Dua Presiden

Sekarang ini kita punya dua presiden, yaitu presiden yang sudah dilantik lima tahun lalu dan presiden terpilih tahun 2019. Nah, presiden terpilih tahun 2019 ini juga ada dua. Yang satu Jokowi, yang lainnya Prabowo. Menariknya, Jokowi belum mendeklarasikan dirinya sebagai presiden terpilih [lha ya untuk apa wong de facto dia memang presiden] meskipun quick count sudah memenangkannya. Ia lebih memilih menanti tanggal 22 Mei, menunggu pengumuman dari KPU. Lebih menarik lagi, yang satunya sudah mendeklarasikan diri, atau sekurang-kurangnya menginsinuasikan bahwa ia mengklaim diri sebagai presiden terpilih.

Ini yang paling menarik: dalam deklarasi presiden terpilih itu, wakil presidennya sama sekali tidak menunjukkan ekspresi kemenangan.

Mungkin memang wapresnya lesu, tetapi saya menangkap sesuatu yang berbeda: wapres ini berhadapan dengan dua dunia, dua kerajaan, yang dulu sudah saya singgung dalam posting Kingdom of Conscience. Dia menatap kenyataan sedang berdiri di samping presiden dari ‘dunia lain’, dunia delusi megalomania dan di hadapan dunia seperti itu, wajarlah ia bungkam. Tak banyak gunanya, kalau ada, ia bicara kepada orang-orang yang mengalami delusi.

Itulah imaji yang masuk dalam benak saya ketika mengontemplasikan sengsara Guru dari Nazareth yang dikenangkan Gereja hari ini. Saya tidak hendak memadankan Bang Sandi dengan Guru dari Nazareth, tetapi saya bisa mengerti bahwa Kebenaran itu memang bisa jadi pahit. Dia bisa ikut-ikutan menolak untuk menelan pil pahit dan ikut-ikutan hidup dalam dunia delusi megalomania, seperti kebanyakan pendukungnya. Akan tetapi, wajah Bang Sandi menurut saya adalah wajah kejujuran, wajah ketulusan, wajah yang sinkron dengan suara hatinya.

Dengan demikian, Anda punya contoh suatu pembedaan roh, bagaimana roh baik justru menghantam orang yang hendak maju dalam hidup rohaninya dan hantaman itu membuatnya seperti ‘lesu’ tetapi sebetulnya itu adalah ekspresi pergumulan batin, yang memang bisa melelahkan juga. Untungnya, Bang Sandi ini bukan pesakitan yang hendak menjalani hukuman mati. Ia mengalami pergumulan biasa yang dihadapi kebanyakan orang. Dalam kasus Bang Sandi ini, jalan keluarnya sederhana sekali: menuruti kata hatinya syukur-syukur berani menyatakan di depan publik bahwa mereka mesti menunggu pengumuman KPU dan tidak malah mendeklarasikan diri sebagai presiden dan wakil presiden.

Guru dari Nazareth, dalam kisah sengsaranya, sadar betul bahwa pilihannya sungguh berkonfrontasi dengan gelojoh presiden politis dan presiden agama, yang kalau keduanya berkongkalikong, tak ada kekuatan yang bisa menghentikannya kecuali Allah sendiri. Itu jugalah yang dialaminya.
Meskipun demikian, Guru dari Nazareth ini tak kenal kompromi dengan gelojoh presiden politik dan presiden agama dan pilihannya ini memampukannya untuk menanggung seluruh konsekuensi berat yang memang membuat lesu wajahnya, tapi tidak batinnya. 

Semoga semakin banyak orang yang kembali kepada batinnya dan tidak teperdaya oleh delusi megalomania sehingga, alih-alih main klaim dan bikin skenario busuk, penataan hidup bersama bisa dilakukan dengan kerja nyata demi Indonesia maju. Itu yang digadang-gadang oleh presiden kita, bukan?
Ya Allah, mohon rahmat perlindungan-Mu supaya bangsa kami dapat mewujudkan kerajaan-Mu. Amin. 


HARI JUMAT SUCI
19 April 2019

Yes 52,13-53,12
Ibr 4,14-16;5,7-9
Yoh 18,1-19,42

Posting 2018: Tuhan Hanya Butuh Dilan
Posting 2017: Kingdom of Conscience

Posting 2016: Jumat Suci: Keheningan Cinta

Posting 2015: A Faith that Never Dies

Posting 2014: Good Friday: The Turning Point

3 replies