Makan Berarti Puasa

Ndelalahnya kok ya pada minggu pertama puasa Ramadan ini teks Injil yang dibacakan dalam ibadat Gereja Katolik menyinggung soal makan-minum. Jangan-jangan makan-minum dalam teks Injil ini malah berarti puasa.🤔
Selidik punya selidik, dalam teks bacaan hari ini ada kalimat yang mungkin jadi santapan lezat untuk penggemar fundamentalisme dalam agama Katolik: Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal dalam Aku dan Aku dalam dia. Ini adalah salah satu ayat favorit untuk orang Katolik fundamentalis. Dalam benak kaum fundamentalis ini, roti dan anggur yang sudah dikonsakrir atau diberkati imam itu benar-benar sudah jadi daging dan darah Kristus sendiri dan mereka yang makan roti itu tinggal dalam Dia [sayangnya, biasanya cuma imam yang dapat jatah minum darah-Nya].

Orang Katolik berbenih fundamentalisme akan menanyai saya: lha Romo ini tidak percaya bahwa hosti dan anggur yang sudah dikonsakrir imam itu benar-benar jadi daging dan darah Kristus?
Dan saya akan jawab: percaya 100%!
Problemnya, ada gap atau kesenjangan antara paham fundamentalis dan paham saya mengenai ‘daging dan darah’ Kristus. Itu saja. Posting Roti Saya Bundar sudah menyinggung sedikit soal ini. Karena kesenjangan paham mengenai ‘daging dan darah’ Kristus itu, ada juga kesenjangan paham mengenai makan dan minumnya.

Hari ini saya memahami makan dan minum dari perspektif bacaan pertama. Makan dan minum ‘daging dan darah’ Kristus itu tidak perlu lagi dibatasi dalam ibadat ritual agama, tetapi diperkaya dengan pengalaman Saulus yang mengalami kebutaan setelah berjumpa dengan korban yang dipersekusinya selama ini. Dengan kata lain, Saulus mesti berpuasa dari indra penglihatannya sehingga ia tidak bisa sewenang-wenang lagi mengejar orang dan menganiaya mereka karena perbedaan keyakinan. Tak hanya itu, bahkan Saulus mengalami pertobatan.

Dengan demikian, makan dan minum ‘daging dan darah’ Kristus tidak lain daripada bertobat, yang juga rupanya difasilitasi oleh puasa mata. Kalau begitu, puasa Ramadan bisa juga menjadi infrastruktur bagi orang beriman untuk menghidupi nasihat Injil tadi. Ini sama sekali tidak berarti bahwa orang Muslim jadi Katolik. Tidak babar blas. Ini adalah soal seperti yang dinarasikan dalam teks bacaan pertama: bahwa orang mengalami perjumpaan dengan Allah dan bertindak seturut arah yang ditunjukkan oleh Allah itu sendiri.

Kalau begitu, makan dan minum dalam teks Injil justru merujuk pada puasa orang beriman terhadap aneka hal yang mencondongkannya ke arah pemenuhan kehendak egonya sendiri.

Ya Allah, mohon terang Roh-Mu supaya kami semakin mampu memaknai hidup seturut kehendak-Mu semata. Amin.


JUMAT PASKA III
10 Mei 2019

Kis 9,1-20
Yoh 6,52-59

Posting 2018: Ekaristi Sumber Hidup? Tênané
Posting 2017: Insider or Outsider

Posting 2016: Table Manner-nya Agama?

Posting 2015: Ayo Cari Jalan Pulang

Posting 2014: Pertobatan Ananias dan Saulus