Bisakah Anda menengarai orang-orang di sekeliling Anda atau bahkan Anda sendiri bagaimana mempersepsi akhir zaman? Tidak sedikit loh yang merasa perlu klarifikasi tentang akhir zaman dengan menunjuk waktu dan tempat tertentu. Itu tidak begitu berbeda dari upaya orang untuk mengobjekkan Allah, menjadikan Allah sebagai objek pikiran belaka.
Dalam Kitab Suci mungkin diberikan tanda-tanda kapan akhir zaman itu tiba, tetapi tetaplah tinggal tanda dan bahkan persoalannya sama: kapan tanda-tanda itu tiba bergantung juga pada bagaimana orang menafsirkan Kitab Sucinya itu.
Kalau akhir zaman dimengerti sebagai zaman penghakiman, ini yang saya yakini: penghakiman itu sudah terjadi pada saat orang hidup di hadirat Allah, seperti dalam teks bacaan pertama digambarkan bagaimana umat bergerak seturut indikasi tiang awan yang naik dari kemah suci mereka. Dengan kata lain, akhir zaman itu adalah hidup di hadirat Allah, dan hidup di hadirat Allah bukan lagi soal ruang waktu, meskipun orang ada dalam ruang dan waktu. Bingung gak? Sama.😂😂😂
Artinya, orang beriman tak perlu lagi mempersepsi akhir zaman itu dalam konteks ruang dan waktu tertentu. Pada zaman Dilan dulu hidup, ada gerakan spiritual yang memanfaatkan kecanggihan teknologi laser dan membuat patung Maria menangis darah. Sebagai propaganda, dibuatlah sebuah buku mengenai kisah penampakan dan ramalan-ramalannya, beserta jadwalnya kapan lagi Bunda Maria akan menampakkan diri dan di mana. Sayang dulu saya tak bisa mengikutinya, tetapi dugaan saya pengikutnya banyak sekali, dan itu tidak mengherankan karena iman populer memang bisa jatuh ke praktik kesalehan yang naif.
Lha piyé jal, mosok Bunda Maria sudah merencanakan menampakkan diri di anu, tiba-tiba berubah pikiran mau menampakkan diri di gunung anu? Ha nèk Bunda Marianya aja plin-plan njuk gimana pengikutnya? Akan tetapi, yang namanya propaganda itu memang canggih, bisa bikin para korbannya bahkan berani mati.
Saya masih ingat yang dituliskan dalam buku propaganda itu, bahwa kiamat akan terjadi pada tahun 2028, tanggal dan bulannya saya tak ingat, 20 Oktober mungkin. Akan tetapi, penyebar propaganda itu sudah meninggal duluan pada awal milenium ini, dengan kasus terakhirnya penggelapan uang hampir satu milyar rupiah. A’awwww….
Tentu itu bukan satu-satunya, dan yang begini ini tidak hanya terjadi di lingkungan Gereja Katolik. Poin saya ialah, alih-alih membiarkan diri ditakut-takuti dengan akhir zaman dengan segala propagandanya, lebih baik menerima akhir zaman now: daripada menjadikan akhir zaman sebagai tolok ukur sejarah (akhir sejarah dunia), mbok ya terima saja akhir zaman sebagai tolok ukur untuk menentukan pilihan tindakan.
Yang kedua itu menurut saya lebih masuk akal dan manusiawi sekaligus ilahi: orang beriman mengambil keputusan bukan karena takut dihukum atau kepincut iming-iming surga (yang bisa jadi jebulnya cuma propaganda), melainkan karena ia memang hendak senantiasa hidup bersama Allahnya yang maharahim, di sini dan sekarang ini. Kalau dia terus berpegang pada pedoman itu, entah sejarah berakhir atau berlangsung, ia tetap bersama Allahnya itu, bukan?
Tuhan, mohon rahmat keberanian untuk hidup bersama-Mu selalu. Amin.
KAMIS BIASA XVII C/1
1 Agustus 2019
Kel 40,16-21.34-38
Mat 13,47-53
Kamis Biasa XVII B/2 2018: Barengan Dong
Kamis Biasa XVII A/1 2017: Tole Lan Si Plet
Kamis Biasa XVII C/2 2016: Allah Kekinian
Kamis Biasa XVII B/1 2015: Surga Dunia? Ngimpi Keleus?
Kamis Biasa XVII A/2 2014: Layu Sebelum Berkembang, Plis Deh…
Categories: Daily Reflection