Kualitas Pendosa

Menilik judul-judul posting refleksi untuk teks bacaan hari ini sejak tahun 2014 yang tak lepas dari kata “maaf” dan “ampun”, saya kira memang itulah substansi bacaan hari ini. Pertanyaan klasiknya: sampai kapan orang mesti mengampuni. Jawabannya juga klasik: sampai Allah berhenti jadi maha pengasih lagi penyayang.
Romo ngawur, wong subjek pertanyaannya “orang” kok jawabannya “Allah”.
Saya bego’, tapi tidak ngawur, karena kalau orang menyinggung Allah, dia tak bisa mengobjekkan-Nya. Orang diciptakan Allah sekaligus menciptakan Allah.
Nah, malah makin keliatan ngawurnya, Rom! Kalau diciptakan ya gak mungkin menciptakan dong!

Kalau begitu, baiklah Anda baca ulang posting Filsafat Main-main dengan merayakan kemenangan timnya Jürgen Klopp di Piala Super Eropa tadi pagi.
Kalau tidak mau baca ulang, lihatlah gambar berikut!

Itu memang tidak menjelaskan bahwa orang menciptakan sekaligus diciptakan hape. Akan tetapi, Anda ngertilah maksud saya, dan kalau ngerti, Anda tentu juga paham apa artinya orang diciptakan dan menciptakan Allah: ini pasti bukan Allah yang bisa dijadikan objek seperti hape itu.

Mungkin dengan cara itu orang terbantu untuk mengampuni tanpa batas. Kesalahan dan dosa tidak bisa dipahami dalam kerangka subjek-objek tadi: seakan-akan dosa itu milik manusia semata dan tak ada relasinya dengan Allah yang tak berdosa itu.

Loh, malah ngawurologi. Jadi Allah itu berdosa juga, gitu? 😂😂😂 Susah juga ya ngawurologi. Pertanyaan “Jadi Allah berdosa” itu muncul justru karena Anda memakai perspektif atau kerangka pendekatan subjek-objek tadi. Ayo kembali lagi ke gambar tadi. Kalau Anda jadi kecanduan hape, Anda mau bilang bahwa hape ikut berdosa atau bersalah juga, gitu? Mestinya enggak, bukan?

Bagaimana Anda berelasi dengan hape, itulah yang memungkinkan Anda kecanduan, tetapi hape sendiri tak ada urusan dengan kecanduan Anda. Itu semata bergantung pada kualitas relasi Anda dengannya. Begitu pula relasi dengan Allah yang maha pengasih lagi penyayang itu. Bagaimana kualitas relasi Anda dengan-Nya, itulah yang menentukan apakah Anda akan mengampuni tanpa batas atau tidak. Dengan kata lain, kualitas pengampunan Anda akan sangat bergantung pada relasi Anda dengan-Nya, bukan dengan mereka yang Anda anggap pendosa atau orang yang bersalah kepada Anda.

Loh, Rom, saya itu sudah berdoa gak kurang-kurang lagilah, terus menerus, tetapi saya tetap tak bisa mengampuninya.
Lha ya dengan begitu jelaslah bahwa fokus perhatian Anda, terlepas dari persoalan apa yang Anda maksudkan dengan doa, terletak pada objek yang Anda tak bisa mengampuninya itu, bukan pada Allah yang kepada-Nya Anda berdoa. Bukankah kemarin sudah disodorkan bacaan mengenai prosedur menegur orang beriman itu? Langkah terakhirnya: fokuslah pada cinta Allah itu dan biarkan orang mengambil tanggung jawabnya masing-masing.

Dalam arti itulah frase forgive and forget berterima. Saya sih tidak akan berusaha forget, tetapi pokoknya tidak memberikan fokus pada pihak yang perlu saya ampuni itu. Kenapa? Ya itu tadi: kualitas pengampunan bergantung pada relasi personal Anda dengan Allah yang maha pengasih lagi penyayang. Ini bukan soal bahwa Anda adalah orang biasa dan Allah adalah Allah. Metafora yang disodorkan dalam bacaan hari ini menunjukkan bahwa orang yang hutang besarnya dihapuskan itu tak punya relasi personal dengan tuan yang memberinya kebebasan.

Tuhan, mohon rahmat kesadaran untuk senantiasa berkanjang dalam cinta-Mu semata. Amin.


KAMIS BIASA XIX C/1
15 Agustus 2019

Yos 3,7-10a.11.13-17
Mat 18,21-19,1

Kamis Biasa XIV B/2 2018: Pengampunan Limited Edition
Kamis Biasa XIV C/2 2016: Mengampuni Itu Lebih Gampang
Kamis Biasa XIV A/1 2015: Ampun, Bang!
Kamis Biasa XIV C/2 2014: Susah Memaafkan?

3 replies

  1. Tadi pagi mencoba menyerap makna tulisan Rm ini sambil multitasking kegiatan lain. Boooy kesannya kayak gak ngerti apa sih maksud si Rm, plus ada ilustrasi hp2 tsb yg kl gak ditarik lewat pemahaman dr awal, bakal gak connect. Tapi ternyata setelah duduk diam dalam ketenangan dan baca satu2 malah langsung nangkap esensinya: memaafkan memang gak mudah kalau mau diingat trus obyek yg hrs kita maafkan tsb (1000% correct 🤤 ngalamin sendiri) tetapi akan blaas sanggup gak (terlalu) nganggap ‘si jahat’ tsb lagi kalau kita hny berkaca pada sayangnya kita sama Tuhan (krn fakta bhw cinta tulus itu gak akan tega menyakiti, termasuk kl kita sungguh cinta banget jg dg Tuhan kita). Klop banget Rm. Like this🙏

    Like

  2. Makasih Rm Andre atas syukurnya hehe. Tp meski kata udah maafin kok kalau pas gak sengaja amprokan ama ybs ada rasa gimana gitu ya Mo. Artinya belum kambuan ya itu maafnya hahah 🤭 Tapi ya udah sih mang mudah, kita kan belum punya halo di atas kepala kita. Rm juga aja kan katanya bisa forgiven yet no obligation to forget 🤣 Paling gak sebelnya udah at a very lesser extend lah🙏

    Like