Kecil Cabe Rawit

Meskipun kalau The Minions juara, saya tidak kecipratan hadiahnya, saya harap mereka menang dalam kejuaraan dunia bulutangkis di Swiss dalam seminggu ini, atau sekurang-kurangnya Indonesia menorehkan prestasi di sana deh (meskipun di sini sendiri sedang terjadi kekisruhan di timur pulau Jawa dan pulau di timur Indonesia. [Karêpmu ki apa ta cah gawé kisruh waé?]) Saya hendak menyinggung sedikit dari anggota The Minions tadi: Gideon.

Cerita sosok Gideon ini bisa jadi contoh gambaran pribadi yang hendak ditunjuk Guru dari Nazareth dalam bacaan kedua, yang percaya bahwa segala sesuatu, termasuk yang tidak mungkin bagi manusia, adalah mungkin bagi Allah. Catatan itu diberikan kepada murid-muridnya yang tak habis pikir bagaimana mungkin orang yang jelas-jelas mendapat berkat Allah (kelihatan dari kesuksesan hidupnya) masih dibilang susah masuk Kerajaan Allah. Belum lagi tambahannya: first in last out alias last in first out.

Para murid memakai kriteria manusiawi sebagaimana Gideon berpikir bahwa kondisinya hopeless. Gideon merasa dirinya cuma anggota minions: sudah asalnya dari klan kecil, itu pun dari suku minoritas, tambah lagi dia paling muda dalam trah keluarganya. Kurang kecil gimana di mata dunia?

Akan tetapi, begitulah ceritanya. Gideon ditampaki malaikat, dan ia baru percaya setelah sesajinya dilalap api dengan sekali sentuhan tongkat malaikat itu. Malaikat Allah memintanya jadi pemimpin (hakim) atas bangsa Israel. Waktu itu Israel sedang dalam krisis sepeninggal Yosua dan tertekan oleh bangsa Midian. Dasarnya ya orang Israel sendiri melakukan “yang jahat di mata Tuhan” sehingga bangsa Midian bisa menjajah mereka.

Saya tak tertarik pada narasi perang sukunya, tetapi benang merah dua bacaan hari ini. Dalam ayat terakhir, setelah Gideon sadar bahwa ia sungguh berjumpa dengan malaikat Allah, ia mendirikan mezbah yang dinamainya יְהוָ֖ה שָׁל֑וֹם. Nah, syukur kalau Anda bisa membacanya. Saya sih tidak. Mungkin Jehovahshalom gitu ya, yang artinya Allah itu damai, dan bolehlah secara kontekstual diterjemahkan bahwa Allah adalah keselamatan.

Hanya pada orang yang mengandalkan Allah sebagai keselamatanlah terjadi kelimpahan sekian ratus kali lipat. Pada zaman now mengandalkan Allah itu tidak jauh dari melihat bahwa pilihan dan usaha manusia dipengaruhi oleh aneka pilihan dan kerja manusia lainnya. Minggu lalu saya bagikan video dokumenter berdurasi 21 menit, yang bisa menyadarkan bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan Indonesia itu didukung juga oleh serikat buruh di Australia, yang melibatkan juga orang India.

Lalu jadi jelas bahwa tak mungkinlah sekelompok orang Indonesia dengan arogannya mengklaim bahwa kemerdekaan Indonesia terjadi melulu karena jasa kaum kaya, kaum mayoritas, kaum elit, suku anu, agama itu, dan seterusnya. Kemerdekaan Indonesia terjadi karena rahmat Allah, karena Allah adalah keselamatan, seperti diyakini Gideon tadi. Dalam diri orang yang percaya Allah yang menyelamatkan itulah rasa kecil, rasa minder, ketidakpercayaan diri enyah. Bahkan mereka yang kecil, bisa berbuat sesuatu, bisa memberi kontribusi, asalkan ia hidup bersama Allah.

Tuhan, mohon rahmat keberanian untuk menyerahkan keselamatan usaha kami juga dalam penyelenggaraan-Mu. Amin.


SELASA BIASA XX C/1
20 Agustus 2019

Hak 6,11-24a
Mat 19,23-30

Selasa Biasa XX B/2 2018: Enjoy Aja  Lagi
Selasa Biasa XX A/1 2017: Belajar Bareng nYuk
Selasa Biasa XX C/2 2016: Lagi-lagi Duit

Selasa Biasa XX B/1 2015: Ada Jalan ke Surga untuk Moge?
Selasa Biasa XX A/2 2014: What’s Wrong with Being Rich?

1 reply

  1. Prinsip keutamaannya mungkin menjadi kecil di mata Tuhan (rendah hati) tapi besar dalam iman dan setia melakukan perbuatan kebajikan dalam hidup kita seturut teladan ajaran kasihNya tanpa mengharapkan balasan/hadiah ya Rm, krn berbuat baik itu sendiri sudah menjadi hadiah berupa rasa bahagia sbg buah dr perbuatan itu. Foto caption yg ada minionsnya lucu banget, minionsnya imut 🤣😁

    Like