Free Rein Style

Kemarin diperingati seorang filsuf dan teolog abad ke-4 dari Aljazair yang bernama Augustinus. Salah satu frase yang dipakainya untuk menggambarkan masa lalunya adalah: he’s left to his own devices. Maksudnya itu seperti kalau Anda naik delman berkuda tanpa kusir dan Anda tak punya tali kendalinya. Kalau ada pun, belum tentu Anda bisa mengendalikannya, kecuali Anda kusir. Dalam teori kepemimpinan, ini model yang kapan itu saya sebut sebagai laissez-faire. Dalam bahasa Inggrisnya jadi free rein style atau sebutlah hands off style.

Orang macam begitu bisa jadi otoriter juga, dan itu mengerikan. Salah satu manifestasinya adalah raja yang memerintahkan supaya Yohanes Pembaptis dipenggal kepalanya, yang diperingati dalam kalender liturgi Gereja Katolik hari ini. Tanpa kontrol, tanpa kendali, tanpa mendengarkan yang lain, dan larut dalam pesta pora. Begitulah Yohanes Pembaptis menghadapi ajalnya: ketika Herodes sedang menyelenggarakan pesta besar. Dalam pesta poranya itu, ia semakin menunjukkan dirinya sebagai pribadi yang left to his own devicesApakah yang begitu cuma Herodes? Pasti tidak. Anda dan saya, sama saja.

Kemarin saya mendengarkan presentasi seorang ahli ekologi Michael Northcott dan presentasi itu menggugat paradigma agama mengenai manusia dan ilustrasi yang dipakainya cukup menarik. Gua, tempat Muhammad menerima wahyu, dan sungai tempat Guru dari Nazareth dibaptis. Keduanya menunjukkan peran ekologi juga dalam klaim kebenaran agama. Artinya, sebetulnya bumi seisinya ini jadi semesta yang mendukung wahyu Allah itu. Akan tetapi, bagaimana perkembangannya? Agama, thanks to modernity, mulai melihat manusia di puncak piramida ciptaan, lupa bahwa bangsa manusia ini cuma secuil dari ciptaan Allah yang jauh lebih dahsyat.

Akibat paradigma sebagai makhluk tertinggi inilah, orang beragama bisa lupa daratan, lupa diri, bahkan mungkin lupa istri, apalagi generasi yang muntup-muntup menanti: sampah plastik di mana-mana (lha katanya hanya bisa dipakai sekali je), tak jera bikin polusi (lha gimana saya kalo nyepeda ya beraninya pagi-pagi), pertanian butuh modernisasi (lha tuntutan produksi massal je), dan seterusnya. Herodes kini tidak lagi dimanifestasikan dalam diri individual, tetapi sudah berjejaring dalam sistem yang di luar kendali orang per orang.

Tentu saja, dalam sistem itu ada orang yang lebih menentukan daripada yang lainnya, dan kalau orang itu Herodes tulen, akibatnya ya seperti Yohanes Pembaptis tadi. Secara pribadi, saya gemas dengan industri senjata, apalagi yang bernuklir ria. Lebih gemas lagi, ada negara-negara yang menata hidup mereka dengan senjata. Tiap tahun ada kasus penembakan berjamaah ya tetap saja penyelesaiannya merujuk pada human error, tetapi human errornya tak pernah menyentuh hukum yang memungkinkan orang-orang sipil memegang senjata. Bela diri katanya. Emang diri elo sepenting apa untuk semesta ini sehingga mesti dibela!

Tapi begitulah paradigma arogan bangsa manusia, atau persisnya agama, yang memandang semesta ini perlu ditata, padahal Allah sudah menatanya. Dalam blog ini saya sodorkan istilah ‘administrator’ ciptaan Allah, bukan untuk mengatakan manusia superior, melainkan bahwa bangsa manusia perlu menata dirinya sendiri, mengendalikan dirinya sendiri supaya ciptaan lainnya jadi locus (baca: lokus) alias tempat atau medan perwahuan Allah sendiri. Itu juga maksud dari Azas dan Dasar: supaya ciptaan lain itu menjadi pujian bagi kemuliaan Allah.

Itu mengandaikan kerendahan hati untuk mendengarkan liyan, bisa manusia, bisa komputer, bisa aspal, bisa air mancur, udara, dan seterusnya. Di mana tempat orang mendengarkan liyan itu? Dalam hati, budi, dan imajinasi orang itu sendiri. Bagaimana bisa melakukannya? Ya orang mesti bisa diam sejenak: tanpa listrik, tanpa hape, tanpa pesta pora.

Tuhan, ajarilah kami untuk menelisik batin tempat Engkau bertahta. Amin.


PW WAFATNYA YOHANES PEMBAPTIS
(Kamis Biasa XXI C/1)
29 Agustus 2019

Yer 1,17-19
Mrk 6,17-29

Posting 2018: Menjilat Tuhan
Posting 2017: Makan Perasaan

Posting 2016: Minta Apa Eaaa…

Posting 2015: Diam Tanda Setuju?

Posting 2014: Florence oh Florence