Dalam Gereja Katolik ada istilah ekskomunikasi (pengucilan) yang dimaksudkan sebagai langkah formal Gereja sebagai sanksi mental supaya yang bersangkutan memperbaiki dirinya sembari menjaga supaya kesatuan jemaat tidak kacau balau. Ini tidak perlu ditangkap sebagai hukuman seakan-akan yang bersangkutan dianggap murtad. Ini hanya prosedur setelah teguran pribadi diabaikan. Akan tetapi, ada hal yang membuat seseorang tidak perlu diekskomunikasi secara formal karena yang bersangkutan sendiri dengan tindakannya sudah mengekskomunikasi diri sendiri. Contohnya, Anda married baik-baik sebagai sakramen dalam Gereja Katolik, lalu setelah beberapa tahun Anda tergila-gila dengan orang lain dan Anda bikin perkara sedemikian rupa sehingga Anda bisa kawin lagi, bahkan kawin lari dalam Gereja Katolik! (Lha kok bisa gitu ya? Bisa aja, karena bisa jadi sekarang orang Katoliknya juga gak peduli soal halangan perkawinan Katolik; jelas-jelas orang sudah married kok ya dibiarkan married lagi tanpa penyelidikan kanonik; suka-suka orangnya ajalah. Akibatnya, yang seharusnya tak perlu terjadi, terjadilah; lalu orang mulai mengutuk agama, pemuka agama, dan seterusnya.)
Dalam kondisi seperti itu, dalam hidup penuh kura-kura dalam perahu, orang mengalami kerancuan nilai dan semakin susah menemukan kebenaran. Kondisi seperti itulah yang hendak diskenariokan oleh orang-entah-siapa kepada Guru dari Nazareth. Yang benar diutak-utik dengan hal yang seolah-olah benar oleh entah siapa. Entah-siapa inilah yang benar-benar entah, tetapi tidak mungkin kebaikannya sendiri. Kan sudah saya bilang, roh jahat bisa menyamarkan diri dengan kebaikan atau kebenaran, tetapi roh baik tak mungkin mengambil rupa kejahatan. Boro-boro mengambil rupa kejahatan, kongkalikong dengannya saja tidak!
Akan tetapi, pada kenyataannya, memang tak sedikit orang beragama yang hidup dalam pengaruh entah-siapa itu, yang dalam posting kemarin disinggung sebagai unknown area. Masih mending kalau unknown area itu diintervensi penuh oleh keilahian, tetapi kalau begitu tak perlu dipersoalkan. Yang jadi soal justru kalau unknown area itu semata ranah horisontal yang jadi tumpukan kelalaian orang sendiri. Dijamin orang galau berkepanjangan. Saya gak singgung politik rancangan undang-undang yang bisa bikin galau dari presiden sampai rakyat jelantah atau curah, tetapi memang begitulah prinsipnya: kalau orang tak mengambil nalar seperti disodorkan Guru dari Nazareth, hidupnya cuma terombang-ambing tak menentu.
Ya Tuhan, mohon rahmat supaya kami semakin jernih mengenali diri di hadapan-Mu. Semoga kami semakin mendapat terang akan prinsip dasar hidup yang mendekatkan kami kepada-Mu. Amin.
JUMAT BIASA XXVII C/1
11 Oktober 2019
Jumat Biasa XXVII B/2 2018: Roh Jahat Tolol
Jumat Biasa XXVII A/1 2017: ES: Eh Stupid
Jumat Biasa XXVII C/2 2016: Sedihnya Jadi Pastor
Jumat Biasa XXVII B/1 2015: Agama Frustrasi
Jumat Biasa XXVII A/2 2014: Dari Jongos ke Bos
Categories: Daily Reflection