Pernahkah Anda dapati seorang ibu yang kehilangan tujuh anaknya yang mati di tangan penguasa hanya dalam hitungan hari? Saya harap tidak. Teks bacaan pertama hari ini menuturkan kisah ibu yang kepada anak bungsunya memompakan semangat biar setrong menerima kematian di depan mata. Ibu dengan tujuh anaknya itu hidup sezaman dengan Eleazar, ahli Taurat yang tak mau hidup fiktif itu. Mereka hidup dalam proses hellenisasi, ketika orang-orang Yunani dulu hendak menguasai wilayah sekitar dengan mempromosikan kultur dan agama mereka. Tak mengherankan, mereka melecehkan adat dan tradisi yang dipelihara bangsa Israel juga. Lagi-lagi, babi dipersoalkan, dan bunda tujuh anak ini keukeuh seperti Eleazar: lebih baik mati berkalang tanah daripada mati berkalang kabut #loh.
Dengan bacaan kedua mengenai perumpamaan yang disodorkan Guru dari Nazareth soal talenta, saya temukan sambungannya pada kata takut. Bunda tujuh anak itu memberi motivasi pada anaknya supaya tidak takut, sedangkan hamba terakhir dalam perumpamaan itu takut pada tuannya, takut kalau-kalau uang yang diberikan kepadanya itu hilang sehingga ia menyimpannya saja dan tak berbuat apa-apa, Orang yang takut bisa dipastikan hidupnya tidak maju, baik hidup di sini maupun hidup di sana.
Loh, kalau takut dosa, Rom?
Lha ya sama. Orang yang takut dosa juga pasti tidak maju hidup dalam dosanya.😂😂😂
Romo ini canda mulu’.
Lha kalau mau si(ə)rēəs ya bisa kok. Orang yang takut dosa itu tak mau ambil risiko dan akibatnya hidupnya pun stagnan.
Gak paham bin dhonk , Rom.
(Gitu kok ngajak ciyus 😂😂😂) Kalau orang takut dosa, ia menempatkan dosa sebagai objek pikiran dan perasaannya. Padahal, saya kan sudah bilang, apa saja yang berbau-bau misteri Allah itu tak bisa dijadikan objek seakan-akan itu adalah benda seperti panci atau bakiak.
Begitulah, dosa hanyalah konsep untuk merujuk tindakan yang kontraproduktif seperti yang dilakukan hamba bermina satu dalam perumpamaan itu. Lha yang mengukur kontraproduktif itu siapa dan kapan?
Contoh konkretlah. Anda katakan tidak mau berbohong, selingkuh, mencuri, membunuh karena takut dosa. Saya mengerti maksud Anda adalah berbohong dan teman-temannya itu dosa.
Akan tetapi, lihat saja apa yang sesungguhnya Anda takuti: dosanya atau akibat dosanya?
Anda akan menjawab: akibat dosanya.
Lha emangnya apa akibat dosanya?
Anda mungkin menjawab: neraka.
Fine, dan Anda akan terus berpikir bahwa dosa berujung neraka yang menakutkan bagi Anda. Hidup Anda jadi stagnan karena cuma berlari-lari menghindari konsep dosa tadi.
Beda halnya kalau Anda melihat efek dosa itu ada pada relasi Anda dengan sesama dan semesta. Artinya, Anda tak takut neraka Anda, tetapi tak mau sesama dan semesta menanggung konsekuensi buruk atas ulah ketidakadilan Anda. Lalu, Anda akan mencari cara supaya keadilan itu tak Anda nodai, dan itu caranya bisa bermacam-macam dan mungkin perlu jatuh bangun. Dengan begitu, takut dosa tidaklah relevan. Anda berbuat baik bukan karena takut dosa, melainkan karena dengan begitulah Anda melawan tindakan kontraproduktif hamba yang takut tuannya tadi. Hidup Anda lebih berbuah daripada kalau Anda takut (dosa).
Tuhan, mohon rahmat keberanian untuk ambil risiko demi keadilan-Mu bagi sesama dan semesta. Amin.
RABU BIASA XXXIII C/1
20 November 2019
Rabu Biasa XXXIII B/2 2018: Semoga Meresap
Rabu Biasa XXXIII A/1 2017: Investasi 58%
Rabu Biasa XXXIII C/2 2016: Motivator Busuk
Rabu Biasa XXXIII B/1 2015: Mengumbar Kerapuhan
Rabu Biasa XXXIII A/2 2014: Jangan Mentang-mentang Kristen Ya!
Categories: Daily Reflection