Saya percaya Allah tidak butuh kata-kata karena Dialah Sang Sabda. Kata-kata dibutuhkan manusia untuk menangkap atau memahami Sang Sabda. Itu mengapa Guru dari Nazareth memberi saran supaya orang tidak bertele-tele dalam doanya. Kata-kata dipakai sejauh membantu orang beriman untuk berdoa. Celakanya, sebagian orang membaliknya sedemikian rupa sehingga doa jadi sarana untuk berkata-kata, memberi nasihat, memberi informasi, atau malah berkhotbah.
Lima tahun lalu (pada posting Ayo Petisi Tuhan) saya singgung bagaimana rumusan jadi lebih penting daripada relasi pribadi orang beriman dengan Allahnya. Tahun ini saya beri contoh bagaimana rumusan jadi lebih penting untuk membantu orang beriman membangun relasi pribadinya dengan Tuhan. Teksnya sama-sama dari bacaan hari ini, tetapi ayatnya berbeda: “Janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan”. Kata kerja ‘memasukkan’ adalah terjemahan dari εἰσενέγκῃς (eisenénkes, Yunani) dan induce (Latin). Memang begitulah makna leksikal dari dua kata itu: to bring, to carry, atau to lead in, membawa atau menuntun masuk.
Bahasa Italia, yang bersahabat dengan bahasa Latin, menerjemahkannya dengan indurre, tetapi per 29 November 2020 nanti (kalau belum kiamat), katanya akan diubah jadi abbandonare (bahasa Inggris: abandon). Jadi kalimat lengkapnya berbunyi: non ci abbandonare alla tentazione. Padahal, sudah berabad-abad loh rumusan non ci indurre alla tentazione, kok ya konferensi para uskupnya akhirnya mau mengubah rumusan itu ya?
Kembali ke atas: yang butuh kata-kata bukan Allah, melainkan manusia, untuk memahami dan mengungkapkan diri. Akan tetapi, pada batas tertentu kata-kata ini bisa jadi menghambat bukan karena kekeliruan leksikal atau gramatikal, melainkan kesesatan semantik. Maksud saya begini. Konsekuensi kata memasukkan atau menuntun itu jelas artinya subjek menjadi penuntun/pemasok (makna gramatikal) yang memasukkan (makna leksikal) objek ke suatu tempat, bukan? Dalam hal ini, Allah memasukkan manusia ke dalam pencobaan. Siapakah manusia sehingga ia pantas dimasukkan dalam pencobaan? Apakah semua manusia itu sekaliber Adam dan Hawa atau Guru dari Nazareth atau guru rohani lainnya?
Makna semantik dari potongan rumusan doa Bapa Kami itu memang bisa menggiring orang pada pengertian bahwa ia pantas dicobai dan Tuhanlah yang memasukkannya ke dalam pencobaan. Makna inilah yang rupanya hendak dihindarkan oleh konferensi para uskup di Italia, yang mendapat konfirmasinya dari Paus. Makna yang disodorkannya tidak merujuk pada siapa yang menuntun orang ke dalam pencobaan (karena bisa jadi dirinya sendiri, bisa jadi roh jahat), tetapi pada sifat Allah yang menghendaki umat-Nya bangkit bin move on. Oleh karena itu, saya kira rumusan non ci abbandonare alla tentazione lebih kondusif bagi paham Allah yang sehat.
Kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia kurang lebih berbunyi: jangan (mem)biarkan kami (jatuh pada atau ada) dalam pencobaan. Artinya, Allah ini tak akan berdiam diri kalau manusia bergumul dalam godaan dan jatuh dalam pencobaan (yang bisa dibikin setan atau manusianya sendiri). Sekurang-kurangnya, itulah yang dirindukan orang beriman: supaya Allah tidak membiarkannya larut dalam cobaan, entah karena kesalahannya sendiri atau pihak lain.
Tuhan, mohon rahmat supaya kata-kata kami senantiasa mendekatkan kami pada cinta-Mu. Amin.
KAMIS BIASA XI A/2
18 Juni 2020
Kamis Biasa XI B/2 2018: Bukan SMA Gonzaga
Kamis Biasa XI A/1 2017: Akhlak Mulia
Kamis Biasa XI C/2 2016: Nabi… Bir Lu
Kamis Biasa XI B/1 2015: Ayo Petisi Tuhan
Kamis Biasa XI A/2 2014: Jakarta-Indonesia PP
Categories: Daily Reflection
ada Kata Kata
ada kata kata
kata kata seringkali hendak mengalahkan Kata Kata
haha
Brgkali itu satu (atau salah tiga) kemahiran / ketdkmahiran mns
Ekspresi kekhawatiran pribadi sering di go public kan krn diharuskan mengerti dan menerima dlm jangka waktu sesingkat2nya (batas umur)
Ironi, tp manusia mmg suka berkata2, saya juga
dan ada sebag yg berjiwa birokrat yg hdk mengubahnya menjd Kata Kata
LikeLiked by 1 person
Ini kata-kata komentar yang wah…
LikeLike