Ndhèrèk Gusti

Ini hari kesepuluh hitungan Lari Virtual Berbagi Kebaikan, dan sesuai rencana, setiap hari saya tambahi kurang lebih seratus meter. Jadi, jika pada tanggal 1 Agustus lalu saya mulai dengan 6,1 kilo, berapa kilometerkah jarak yang saya tempuh pada hari ini?
Tujuh kilometer, Rom.
Yak salah, karena pada hari kesepuluh dan kelipatannya saya tambahi satu kilo seratus meter.🤭
Jadi, hari ini saya menempuh jarak delapan kilometer, dengan durasi seperempat jam… lebihnya dari satu jam.🤣 Tapi aplikasi yang saya pakai ini mencatat jarak lari saya 10 km dengan pace 6 (enam menit satu kilometernya!). Hebat kan? Tapi ya itu error! Akhirnya saya hapuslah catatan data lari saya. Ikhlas deh kalau dianggap nol kilometer, karena itu malah jadi spot yang laris #loh.

Kemarin saya bertugas memimpin Ekaristi dengan protokol kesehatan yang amat ketat. Coba bayangpun, komuni prodiakon dilakukan setelah mereka selesai bertugas. Alhasil, satu orang datang, saya semprotkan pembersih tangan ke telapak tangan saya (sementara prodiakonnya juga membersihkan tangannya), lalu saya bagikan hosti; lalu saya menunggu prodiakon lain yang selesai bertugas, terima tempat hosti dan menuangkan sisanya ke sibori, trus semprot lagi tangannya, bagikan hosti lagi; lalu bengong menunggu prodiakon lain, dan begitu seterusnya.

Lama-lama saya bertanya-tanya sendiri ini kok malah jadi ritual ya?🤣 Tapi asudahlah, saya kan asisten, sewajarnya mengikuti kebijakan yang disodorkan pada saya, kan? Setelah misa selesai ya saya tetap menyampaikan usulan supaya teknis ritualnya lebih disiasati sehingga tak banyak waktu terbuang hanya untuk cuci tangannya sendiri. Yang semestinya bisa sekali saja, tak perlu dilebih-lebihkan. Kalau dilebih-lebihkan, jangan-jangan malah seperti aplikasi lari saya tadi: error.

Kemarin saya lupa menggarisbawahi ungkapan ndhèrèk Gusti adalah ungkapan lain dari hidup beriman. Ndhèrèk Gusti, bahkan jika diterjemahkan dengan ungkapan khas kristiani ‘mengikuti Kristus’, tidak bisa direduksi sebagai ikut misa, mengikuti petunyuk yang ada di rubrik, menuruti protokol kesehatan, mengikuti kata-kata bijak orang, atau mengikuti hukum agama. Itu semua bisa jadi wujud ndhèrèk Gusti sejauh mengikutinya ‘dengan hati’ karena ndhèrèk Gusti adalah perkara keterpautan hati kepada Allah sedemikian rupa sehingga pilihan-pilihan konkret seseorang senantiasa mengikuti kehendak Allah daripada kehendaknya semata. Dengan begitu, kalau orang ndhèrèk Gusti, ke mana pun ia pergi, apa pun pekerjaannya, ia senantiasa melakukannya dengan hati yang terarah pada Allah tadi.

Santo Laurensius yang dipestakan Gereja Katolik hari ini kiranya bisa jadi contoh ndhèrèk Gusti itu. Ini legenda yang beredar mengenai kematian diakon tahun 200-an itu. Ketika ia dipanggang di atas plat yang biasa dipakai untuk bikin grill, ia masih sempat berkata kepada mereka yang menyiksanya,”Badanku yang sebelah sini sudah matang, dibalik saja dulu biar yang lain juga matang, lalu kalian bisa makan aku.”
Saya mau mengatakan, kalau orang ndhèrèk Gusti, passionnya berpihak pada keadilan (Laurensius dikenal sangat dekat dengan para korban), dan menanggung konsekuensi keberpihakan itu dengan hati gembira.

Ayěm těntrěm karena zona nyaman, akèh tunggalé. Hati gembira karena ndhèrèk Gusti yang cinta keadilan, gak banyak.
Ya Tuhan, mohon rahmat keberanian untuk mewujudkan keadilan-Mu. A
min.


PESTA ST. LAURENSIUS
(Senin Biasa XIX A/2)
10 Agustus 2020

2Kor 9,6-10
Yoh 12,24-26

Posting 2019: Ikhlasnya Hilang
Posting 2018: Ziarah Tak Kunjung Usai

Posting 2017: Berkat Lorenzo

Posting 2016: Yakin dengan Pilihanmu?

Posting 2015: Ikhlaskanlah…