Where are you now?

Mengapa di dunia ini ada kejahatan, yang dari dulu sampai sekarang gak ilang-ilang? Kenapa terus terjadi peristiwa yang bikin orang prihatin, gemas, marah, jengkel, karena sifat destruktifnya? Entah bagaimana Anda menjawabnya, tetapi teks bacaan pertama hari ini adalah narasi penulisnya untuk merefleksikan problem kejahatan itu secara teologis. Maka, kisah kejatuhan Adam dan Hawa tak bisa disebut sebagai laporan sejarah asal-usul ras manusia yang jatuh dari firdaus entah di mana. Ini juga bukan uraian penglihatan yang didapat penulisnya mengenai kejadian sekian milyar tahun sebelumnya.

Refleksi teologis ini dipakai Gereja Katolik untuk membuat dogma mengenai Maria yang tak tercela oleh dosa asal. Dogma, jelas, adalah bahasa manusia, bukan sabda Allah, yang dengan keterbatasannya hendak menguak misteri kebenaran. Rumusannya bisa memuat problem, tetapi kebenaran yang dirujuknya tetap terus dapat digali. Di mana problemnya? Pertama, dosa asal itu rentan dimengerti sebagai kenyataan genetis. Kedua, ketaktercelaan Maria bisa dianggap diskriminasi Allah terhadap makhluk lain. Allah macam mana yang mengistimewakan orang yang satu dari yang lain, padahal katanya di hadapan Allah semua manusia ya setara!

Alih-alih bergumul dengan persoalan itu, saya hendak memetik poin dari bacaan-bacaan hari ini saja. Titik tolak saya adalah pertanyaan Allah kepada Adam,”Di manakah engkau?” Ini pasti bukan pertanyaan orang main petak umpet, melainkan pertanyaan mengenai status hidup orang di hadapan Allah: apakah ia sedang dalam gerak menjauh atau mendekat kepada Allah. Menariknya, jawaban diberikan secara estafet: Adam menimpakan persoalan pada Hawa, dan Hawa menuding ular.

Kiranya karena pengaruh kultur helenis, ular digambarkan sebagai manifestasi setan jahanam, tetapi sebetulnya teks Kitab Suci tidak mengasumsikan hal itu. Ular adalah binatang cerdik bin licik [tentu Anda ingat nasihat supaya tulus seperti merpati dan cerdik seperti ular]. Cerdik-liciknya sedemikian rupa sehingga ia bisa mengklaim mana yang benar dan mana yang salah, dan itulah yang diikuti Hawa dan Adam. Privilese Allah direbut ular, diberikan kepada Adam dan Hawa. Manusia manakah yang terbebas dari potensi untuk secara egois menentukan klaim kebenaran? Tidak ada! Semua orang berpotensi egois.

Lha, dosa asal tidak merujuk pada potensi egoismenya, tetapi pada struktur rapuh manusia untuk membuat potensi itu jadi aktual. Adam dan Hawa jatuh, dan kambing hitamnya ular. Bunda Maria menginjak ular itu karena konsistensinya pada identitas diri sebagai hamba Allah: tidak mencari benarnya sendiri, tetapi benarnya Allah. Begitulah pertanyaan Allah kepada orang beriman: where are you now? Sedang mencari benar sendiri atau melepas egoisme demi mencari kehendak Allah?

Tuhan, mohon rahmat untuk melepaskan jerat egoisme dalam mencari kebenaran-Mu. Amin.


HARI RAYA SP MARIA DIKANDUNG TANPA NODA
(Selasa Adven II)
8 Desember 2020

Kej 3,9-15.20
Ef 1,3-6.11-12

Luk 1,26-38

Posting 2019: Sudah Korupsi Hari Ini?
Posting 2018: Bikin Gaduh Artinya…
 
Posting 2017: Ya Ampun Donald

Posting 2016: Masih Adakah Harapan?
 

Posting 2015: Yang Mulia Beneran

Posting 2014: Takut Dosa, Emang Perlu Gitu?

1 reply

  1. 🤭wow adam dn hawa sbg imajinasi kolektif. Biar lbh seru lagi, bgmn bila demikian, Rm? Mengapa di dunia ada kejahatan? Krn mns mempunyai pengetahuan yg baik dn jahat. Mengapa jd tau? Konon akibat imajinasi kolektif, eh dr problem teologis, eh dr ketdktaatan di taman eden. 🤔 kalau hewan tdk memiliki pengetahuan yg baik dn jahat. Apakah berarti animal tdk melakukan kejahatan? Ow seringkali. Hanya mereka tdk menyadarinya. Mns menyadarinya, krn memiliki pengetahuan itu. Jd siapa kt stlh taman eden. Animal yg mempunyai pengetahuan baik dn jahat. suatu blessing in disguise? Jd apa pembeda kt dg animal? Mns mempunyai pengetahuan ttg yg baik dn jahat.

    Like