Orang uzur, apalagi yang punya penyakit kronis, digolongkan ke dalam kelompok rentan terhadap virus covid-19. Sebagian dari mereka merasa diri sebagai kelompok terbuang karena dianggap tak berguna oleh orang lain. Sebagian lagi, yang semestinya lebih bahagia, tak ambil pusing dengan kategori utilitarian di sekelilingnya. Kenapa? Karena, seperti tokoh uzur dalam teks bacaan hari ini, mereka menikmati usia uzur mereka dalam kelegaan sebagai masa pemenuhan harapan iman.
Simeon merepresentasikan mereka yang dapat melihat momen kairos itu, yaitu momen perjumpaan dengan Allah, menemukan Allah dalam peziarahan hidupnya. Artinya, mereka tahu bagaimana Allah bekerja dalam hidup mereka. Dalam teks bacaan pertama dijelaskan bahwa orang yang mengenal Allah diasumsikan menjalankan kehendak-Nya. Kalau orang mengklaim ber-Tuhan alias mengenal Allah tapi tidak menjalankan kehendak atau perintah-Nya, itu jelas dusta.
Mungkin lebih banyak orang yang berdusta: yang beragama, tetapi perilakunya tidak adil, yang peduli ritual tapi tak mau tahu sampah yang dihasilkannya, yang berperilaku sopan tapi tak sadar menindas korban, yang sensi pada pencemaran nama baiknya tapi tak menggubris pencemaran lingkungan yang diakibatkannya, dan seterusnya.
Tuhan, mohon rahmat untuk mengenal Engkau dalam perjuangan hidup kami. Amin.
HARI KELIMA OKTAF NATAL
Selasa, 29 Desember 2020
Posting 2018: Land Coffee
Posting 2017: Generasi Now
Posting 2016: Antara Angan dan Harapan
Posting 2015: The Art of Waiting
Posting 2014: Kere Munggah Bale
Categories: Daily Reflection
Rm, saya senang krn hari ini ada tulisan dari meja redaksi Versodio, a pathway to God, mampir menemani saya ngopi, walau memakai waktu Vancouver, Ca. Vancouver masih tgl 29 Des. Haha. Suatu kebijaksanaan kuno dari zaman Salomo, Amsal 17:22. Hati yang gembira adalah obat yang manjur, ttp semangat yang patah mengeringkan tulang. Jadi ingat, The Old Man and the Sea, Ernest Hemingway, ttg pertarungan nelayan tua Santiago dengan seekor ikan besar #ikan marlin#. Tidak ada nelayan muda yang mau ikut Santiago tua, karena dianggap tidak mampu lagi menangkap ikan. Hari ke 85, umpannya dimakan ikan besar. Santiago tua dan Sang Ikan, masing2 bertahan, sendirian. Saking lamanya, Santiago sampai mengungkapkan penghargaan untuk lawannya, sang ikan, dan menyebutnya saudara. Dia juga memutuskan karna harga diri sang ikan yang tinggi #alias susah ditangkap#, tidak seorangpun berhak memakannya. Tapi dalam perjalanan pulang, mereka diserang hiu, Santiago berperang sendirian melawan hiu, membunuh 5 hiu, dan mengusir hiu2 yang lain, untuk menyelamatkan Sang Ikan. Walau akhirnya kembali ke pantai dengan sisa2 ikan (bagian tulang punggung, ekor dan kepala), bagian ikan yg lain dimakan hiu. Asistennya yang muda dan nelayan lain menyatakan penyesalan karena meragukan Santiago yang dianggap sudah tua. Mereka ternyata keliru. Ternyata masing2 mempunyai kapasitas (positif) yang dapat dilakukan dan dibanggakan. Selamat menjelang Tahun Baru dengan penuh semangat dan suka cita, Rm.
LikeLike