Vigilante

Teks bacaan hari ini melanjutkan pesan kemarin untuk menjadi vigilant. Mereka yang vigilant digambarkan sebagai lima gadis bijak, yang membawa lampu dan minyak cadangannya. Targetnya jelas: menjaga nyala lampu selama mungkin yang sepantasnya dibutuhkan.
Lha kok gak bawa cadangan segerobak saja ya?
Ya itu lebay bin superfluous. Kalau superfluous, targetnya lain lagi, bukan lagi perkara menjaga nyala api selama mungkin yang sepantasnya dibutuhkan. Dengan bahasa asas dan dasar, target itu menjadi tujuan; padahal, senyatanya, dalam bingkai yang lebih besar, ‘nyala api’ tadi hanyalah sarana para wanita bijak menyambut kedatangan mempelai.

Santa Monika yang diperingati hari ini barangkali jadi contoh ‘gadis’ bijak itu. Beliau benar-benar tak kenal lelah mendidik anaknya, tetapi tidak lebih dari upaya untuk membuat disposisi hati anaknya terbuka pada intervensi Allah. Saya kira, beliau adalah pendoa ulung sebagaimana umumnya para ibu yang menderita, bukan sosok otoriter yang dengan segala daya upaya membuat apa yang diinginkannya terjadi pada anaknya.
Sebentar, Rom, bukankah memang akhirnya keinginan Monika bagi anaknya itu terpenuhi di penghujung hidupnya?
Betul, tetapi itu juga karena intervensi Allah yang membuka hati anaknya, bukan semata-mata karena Monika menginginkannya.

Barangkali begitulah kiranya orang perlu menghayati agama: secukupnya, tantum quantum, ugahari. Anda tak perlu jadi lebay dalam beragama karena begitu jadi superfluous, agama menjadi tujuan, seakan-akan itulah yang paling absolut dalam hidup ini, lupa bahwa agama itu sarana intervensi Allah. Bahkan, bisa jadi Allah intervensi lewat jalan di luar agama. Pada akhirnya orang perlu mawas diri bahwa segetol-getolnya orang menjalankan ritual, menjalankan kewajiban religius ini itu, menaati hukum ini itu, aktif dalam kegiatan rohani anu, di penghujung hari ia perlu menjawab pertanyaan: “Apakah dalam seluruh hiruk pikuk hari ini aku melihat intervensi Allah dalam hidupku?”

Orang beragama yang vigilant akan terus memelihara nyala api intervensi Allah dalam aktivitas hidupnya; begitu terpaku pada aktivitas hidup itu sendiri tanpa mawas diri tadi, ia ada dalam bahaya mengintervensi aktivitas hidupnya dengan dirinya sendiri. Pusat hidupnya bukan lagi Allah YME, melainkan ideologinya sendiri. Ia tidak lagi vigilant, tetapi vigilante, yang mengambil peran Allah untuk intervensi.

Tuhan, mohon rahmat kesabaran untuk bertekun dalam misteri cinta-Mu dalam kesibukan receh kami. Amin.


JUMAT BIASA XXI B/1
Pw S. Monika
27 Agustus 2021

1Tes 4,1-8
Mat 25,1-13

Jumat Biasa XXI C/1 2019: Anyang-anyangěn
Jumat Biasa XXI B/2 2018: Separuh Orang

Jumat Biasa XXI A/1 2017: Pemelihara Harapan Palsu
Jumat Biasa XXI C/2 2016: Faith Bank

Jumat Biasa XXI B/1 2015: Satpam 24 Jam