Fund

Published by

on

Mana ada dari kita yang menginginkan lahir di dunia ini? Bahkan, jika kita bisa menginginkan hidup di siklus yang akan datang sebagai burung garuda, bisa saja kenyataannya kita jadi tikus. Kita tak beda jauh dari para pejabat yang semester kemarin menegaskan setop impor beras dan awal semester ini puluhan ribu ton beras masuk. Dalihnya bisa beras sisa kuota tahun lalu, beras untuk industri, atau jumlahnya lebih kecil dari tahun lalu. Pilih saja mana alasan yang bisa diterima; betul enggaknya, gak penting lagi. Itu berlaku juga untuk gelar doktor menteri atau peran strategis TNI. Apa pun rasionalisasinya, gak penting bener enggaknya. Namanya juga posttruth.

Pada refleksi kemarin, dengan judul “Aseng” sebetulnya saya menggumuli kerisauan bahwa Allah menjadi sedemikian asing di negeri yang maunya menaruh kepercayaan kepada Tuhan. Ironi memang, tetapi begitulah: jika orang mendekat kepada terang, ia dibuntuti bayangannya sendiri, tetapi jika ia mengejar bayangan, ia menjauhi terang. Teks bacaan utama hari ini mengingatkan saya pada paradigma supersesionisme. Versi terbaru mesti mengganti versi lama karena versi lama dianggap usang. Agama baru dianggap benar dan dengan demikian menggantikan agama lama.

Saya bukan penggembira supersesionisme dan saya yakin bahwa teks bacaan utama hari ini pun tidak dimaksudkan sebagai penyokong supersesionisme seakan-akan Yesus mau mengatakan bahwa Kerajaan Allah yang semula dijanjikan kepada bangsa Yahudi itu akan dicabut dari mereka dan diberikan kepada bangsa lain. Lha wong Yesus sendiri orang Yahudi, gimana ceritanya beliau mengklaim Kerajaan Allah itu dicabut dari bangsanya?

Wacana teks hari ini jelas ditujukan bagi imam kepala dan orang-orang Farisi dan merekalah yang tersinggung oleh cerita yang disodorkan Yesus. Artinya, Yesus tidak sedang membahas pencabutan Kerajaan Allah dari bangsa Yahudi, tetapi pencabutan keadilan sosial itu dari orang-orang yang pandangan hidupnya seperti imam kepala dan orang Farisi, yang rupanya bekerja dalam ironi tadi; maunya menyembah Allah, tetapi keblinger. Gimana gak keblinger, orang-orang seperti ini tidak sungguh ngeh hidup kita ini milik siapa.

Juga jika hidup ini bisa kita klaim sebagai hidup-hidup kita sendiri terserah mau jadi tikus atau garuda, konsep kepemilikannya hanya bisa dimengerti dari perspektif amanah. Hidup adalah milik kita dalam arti dipercayakan kepada kita, entah kita inginkan atau tidak. Alhasil, terkutuklah orang yang hanya bisa memercayakan hidupnya kepada manusia dan berbahagialah mereka yang bisa menaruh kepercayaannya kepada Tuhan.
Yang membuat saya sekarang galau ialah: benarkah saya menaruh kepercayaan kepada Tuhan, atau saya pasrah saja kepada para pemain hedge fund?

Semoga para pemain hedge fund menaruh kepercayaan mereka juga pada Tuhan. Amin.


HARI JUMAT PRAPASKA II
21 Maret 2025

Kej 37, 3-4.12-13a.17b-28
Mat 21,33-43.45-46

Posting 2021: Enjoy Aja Lagi
Posting 2020: Tafsir Mimpi
Posting 2019: Kelupaan Tuhan

Posting 2018: Tobat Ganti Agama

Posting 2017: Silence, Please!

Posting 2016: Persaudaraan Tak Otomatis

Posting 2015: Pemahaman Nenek Lu!

Posting 2014: Matinya Empati Kami

Previous Post
Next Post