Sebetulnya saya sangat tidak suka ungkapan semacam “Yesus mengorbankan dirinya bagi sahabat-sahabatnya” karena di balik ungkapan itu ada nuansa kebuntuan hidup, tiada harapan. Teks bacaan utama hari ini terbingkai dalam diskursus cinta yang disalahpahami oleh Petrus. Di bagian akhir teks ini Petrus tampak begitu yakin bahwa ia bakal memberikan nyawanya bagi gurunya. Akan tetapi, Petrus tampak juga tidak paham apa arti memberikan nyawa selain dengan perspektif jagoan ala hukum rimba.
Pada kenyataannya, Anda tahu, Petrus malah menyangkal persahabatannya dengan Yesus. Orang yang paling vokal menyerukan anu malah akhirnya tidak anu; dan itulah yang bikin perintah saling mengasihi begitu sulit: setiap orang diminta untuk mewujudkan cinta secara penuh dan kepenuhan itu tiada batasnya sampai yang bersangkutan kehilangan nyawanya. Cinta yang begini ini tak mungkin dimengerti dengan POV pengorbanan, seakan-akan bunyinya jadi “Aku sudah memberikan segala-galanya, tapi apa yang kudapatkan?”
Kepenuhan cinta tidak terletak pada apa yang bisa diberikan orang, dan dengan begitu konsep pengorbanan dipuja, tetapi pada bagaimana orang memahami diri dan hidupnya sebagai rahmat. Kuncinya bukan pada apa-apa saja yang diberikan, melainkan pada keyakinan hidup sebagai rahmat, yang memungkinkan orang memberikan apa-apa saja. Ngeri-ngeri sedapnya ialah, hidup sebagai rahmat Allah ini begitu subversif sehingga mau tak mau bakal menerima tentangan bahkan dari orang sendiri. Dalam teks bacaan hari ini, hal itu dicontohkan oleh sosok Yudas dan Petrus sendiri.
Pekan sengsara dalam liturgi Gereja Katolik mengakrabi potensi-potensi kesalahpahaman seperti ini yang bisa juga menimpa umat dan gembala mereka. Semoga Anda dan saya tidak terjerembab dalam konsep korban-korbanan dan semakin melihat pergumulan hidup ini sebagai dinamika rahmat yang secara kreatif mencari jalan pemenuhan di tengah aneka tekanan hidup. Konon, menghidupi rahmat dalam beragam tekanan hidup maujud dalam keberanian.
Anda tidak perlu jadi Mother Teresa atau Martin Luther King, tetapi setidak-tidaknya bisa berkaca dari pergumulan Yudas dan Petrus yang disodorkan dalam teks bacaan hari ini. Selama konsep rahmat tidak masuk dalam benak mereka, keberanian hanya jadi kosmetik dan tindakan yang lahir darinya tak pernah menjadi kepenuhan cinta.
Tuhan, mohon rahmat pemahaman supaya hidup kami sungguh mewujudkan rahmat-Mu bagi semakin banyak orang. Amin.
HARI SELASA DALAM PEKAN SUCI
15 April 2025
Posting 2021: Kado
Posting 2020: Berpikir Jurdil
Posting 2019: Halo Pengkhianat
Posting 2018: Jujur Ayam Berkokok
Posting 2017: Sportivitas Kerohanian
Posting 2016: Teman Tapi Menelikung
Posting 2015: Faith: Personal, Not Private
Posting 2014: The Way Of The Wisdom
