Ide ini muncul dari analisis struktural terhadap cerpen A.A. Navis berjudul Robohnya Surau Kami. Baik Kakek penjaga surau maupun sosok Haji Saleh yang diceritakan Ajo Sidi sama-sama terdorong untuk masuk surga dan karena itu berusaha mencari kesucian/kesalehan yang diridai Allah. Tujuan akhir pencarian itu adalah keselamatan diri mereka sendiri. Maka mereka menaati seluruh perintah agama, bahkan yang bersifat anjuran sekalipun, demi mencapai kepentingan diri itu. Mereka mengejar kesucian demi kesucian itu sendiri. Apa-apa saja mereka lakukan untuk mendapatkan status suci. Kesucian seperti itu menjadi segala-galanya, tetapi tak diletakkan dalam dimensi sosial hidup mereka.
Kesucian narsistik dapat dimulai dengan memenuhi segala perintah dan menjauhi segala larangan agama. Ini bukan sesuatu yang buruk, kecuali jika orang berpuas diri di situ. Orang hanya menjalankan kesucian dengan tuntutan minimal, sebagai kewajiban belaka. Pokoknya, asal sudah sesuai dengan aturan agama, asal sudah klop dengan aturan ritual, orang berpuas diri.
Akan tetapi, bahkan orang yang sudah melampaui tahapan minimalis itu juga bisa kerasukan roh narsis. Kesucian narsistik bisa merasuki diri mereka yang praktik keagamaannya sudah melampaui level legalistik. Kelompok orang ini memiliki devosi, yang tentu tidak wajib, yang cocok dengan kondisi hatinya untuk mengalami kedamaian batin. Devosi itu bermacam-macam: mulai dari ziarah, rosario, misa berbahasa kuno, adorasi Ekaristi, dan sebagainya. Orang kiranya tak berdosa hanya karena rajin berziarah atau berdoa rosario, apalagi tekun melakukan adorasi Ekaristi atau menghadiri misa berbahasa kuno, misalnya.
Akan tetapi, letak kesucian pun tidak terdapat pada ritual di ruang yang dianggap sakral, yang pada prinsipnya ‘hanyalah’ aturan gerak-gerik lahiriah. Kesucian yang sesungguhnya justru terletak pada penyaluran yang sakral ke seluruh wilayah profan. Penyaluran ini tak mungkin dibuat melulu dengan gerak-gerik ritual yang sifatnya terbatas: setiap agama punya aturan permainannya sendiri-sendiri. Penyaluran dengan gerak-gerik ritual itu bahkan memuat potensi konflik jika kaidah-kaidah kemanusiaan umum dilanggar (misalnya membangun tempat ibadat mentereng di pemukiman yang mayoritas penduduknya beragama lain).
Penyaluran yang sakral ke wilayah profan akan membahayakan jika orang gagal mengaitkan yang sakral dengan dunia kerja. Kesuciannya tak berdampak, tak terwujud dalam sikap dan tindakan bagi bonum commune, kesejahteraan atau kebaikan bersama. Orang macam ini imun terhadap persoalan sosial karena yang terpenting baginya ialah kesalehan pribadi: yang penting aku merasakan kedamaian ilahi. Kedamaian itu tak teruji dalam konflik penciptaan Allah yang berkesinambungan. Orang seperti ini seakan lupa bahwa Yesus datang bukan untuk membawa perdamaian, melainkan untuk membawa perpecahan. Artinya, orang dalam perjuangan hidup manusiawinya ditantang untuk berpihak: berpihak kepada Allah atau kekuatan yang melawan-Nya, roh baik atau roh jahat, kebaikan diri sendiri atau kebaikan semua, dan seterusnya.
Kesucian narsistik mendesak orang untuk lari dari konflik pergulatan hidup menuju kedamaian semu yang rapuh terhadap aneka ujian. Kesucian narsistik ini bisa menyerang setiap umat beragama, bahkan pemuka agamanya sekalipun, yang tak memiliki poros kesucian dalam sikap hatinya. Orang yang tetap damai hati dalam aneka konflik menunjukkan diri sebagai pribadi yang mengikis kesucian narsistik. Orang seperti ini tahu bahwa kesucian sejati terletak pada kesatuan yang sakral dan yang profan yang diakomodasi oleh hati orang yang diresapi oleh Sabda Allah sendiri untuk membangun dunia yang semakin layak dihuni bersama.

13 responses to “Kesucian Narsistik”
[…] keluarga, teman, partai, suku, agama, dan sebagainya. Niat perilaku adil kita sering terkubur oleh kesucian narcisistik: membantu orang lemah untuk menunjukkan kekuatan kita, perusahaan, partai, dan lain-lainnya. Ini […]
LikeLike
[…] Kesalehan, kesucian yang dilakukan demi mendapat rida Allah untuk diri sendiri (receiver-nya hanya diri sendiri) jelaslah tidak diridai Allah. Ini yang bisa disebut kesucian narcisistik. […]
LikeLike
[…] orang kaget). Orang pikir yang suci itu adalah yang saleh dan kesalehan itu dilekatkan pada kesucian narcisistik: upaya menyelamatkan diri sendiri dengan aneka bungkus kesucian yang diukur dengan aneka aturan […]
LikeLike
[…] orang kaget). Orang pikir yang suci itu adalah yang saleh dan kesalehan itu dilekatkan padakesucian narcisistik: upaya menyelamatkan diri sendiri dengan aneka bungkus kesucian yang diukur dengan aneka aturan […]
LikeLike
[…] kehendak Bapa itu sepele, kecil, sipil, gampang dan romantis sekali, tetapi itu untuk penghayat kesucian yang naif. Kristus tidak menghayati kesuciannya sebagai kesucian pribadi, tetapi Ia sungguh mau membangun […]
LikeLike
[…] Injil hari ini mengundang umat beriman untuk memegang erat-erat Sabda Allah, bukan untuk kesucian, kesuksesan, atau citra pribadi, melainkan supaya Sabda Allah itu tetap hidup dan memungkinkan semua orang menjalankan fungsi […]
LikeLike
[…] jadi seret jika orang-orang yang terlibat di dalamnya mencari keselamatan sendiri dengan mengejar kesalehan naif. Semoga presiden baru tidak mengulangi kesalahan yang sama (karena masih banyak kesalahan lain yang […]
LikeLike
[…] terus menerus yang dimaksudkan di sini tolok ukurnya bukan kesalehan pribadi atau kesucian narcisistik, melainkan sikap batin yang senantiasa tertambat pada sumber kesucian itu sendiri. Itulah iman. […]
LikeLike
[…] di tempat-tempat ibadat atau aneka doa pribadi. Haji A.A. Navis mensinyalir kesucian umat sebagai kesucian narcisistik, yang dikritiknya dengan personifikasi Haji Saleh dan Sang Kakek dalam cerpen Robohnya Surau Kami […]
LikeLike
[…] bahwa kesalehan devotif seperti yang dijalankan Hana adalah kesalehan yang naif, yang bisa jadi kesalehan narcisistik. Akan tetapi, narasi singkat mengenai Hana ini tidak memberi indikasi ke arah sana karena […]
LikeLike
[…] kesucian yang mendapat rida Allah, yaitu kesucian yang dihayati dalam persekutuan, bukan kesucian narcisistik. Kegandrungan pada aneka penyembuhan mengindikasikan orientasi orang untuk meminta tanda atau […]
LikeLike
[…] Dalam praktiknya, orang menjauh dari Kerajaan Surga ketika membalik prioritas yang disodorkan Yesus: ritual dulu yang bagus (karena ini demi Tuhan! Ah, nyang bener), lalu baru pikir soal sesama. Sosok Romero yang ditembak mati pada saat konsekrasi pun oleh sebagian orang bisa ditafsirkan sebagai bukti bahwa ritual itu jauh lebih penting dari tetek bengek pergumulan hidup manusia. Penafsir ini lupa bahwa hidup rohani dan sakramental Uskup Romero dijalankannya dalam konteks penegakan keadilan, bukan penyucian narcisistiknya. […]
LikeLike
[…] Jadi, Yesus pasti tidak menentang kesibukan Marta, tetapi menunjukkan bahaya yang mengintainya: ia luput dari motif kerja yang benar, terdistraksi oleh kekhawatiran dan ambisinya. Ia bahkan meminta Yesus supaya menyuruh Maria membantunya. Lha, menerima Yesus tadi tujuannya apa toh? Bikin performance Marta sukses dan dipuji Yesus? Lah, kok malah narsis? […]
LikeLike