KomUt Komat Kamit

Anda tentu mengerti bahwa Anda tak bisa terus-terusan berdoa di tempat ibadat sehingga anak suami Anda kelaparan. Sebaliknya, Anda juga mengerti bahwa Anda tak bisa terus-terusan duduk menyantap makanan sehat dari pagi sampai esok hari bersama anak suami Anda sampai Anda mengabaikan waktunya berdoa.
Oh, bisa, Rom, kan masih bisa sampai esok hari yang ketujuh baru kita berdoa?
Oh iya ya, tapi itu kan dengan syarat kalau Anda masih hidup.😂😂😂

Maksud saya, Anda tentu mengerti pokok persoalannya bukan makanan sehat atau tempat ibadat, melainkan syahadat: apakah orang punya sikap dasar memercayakan hidupnya kepada Allah. Hambok orang mau 25 jam per hari di gereja kalau hidupnya penuh ketakutan dan tak mau hidup lumrah bekerja, 25 jam di gerejanya itu tiada artinya. Begitu juga kalau orang 25 jam per hari bekerja keras sampai-sampai ia tak punya waktu beribadat, 25 jam kerjanya itu tak bermakna.
Ya tapi kan sekurang-kurangnya keperluan hidup lumrah bisa dipenuhi, Rom.
Oh iya ya, tapi itu kan dengan syarat kalau 25 jam kerja itu lumrah.😂😂😂

Maksud saya, Anda yang beriman dewasa tak butuh komentar siapa pun untuk membedakan tujuan dan sarana atau sasaran dan konsekuensi. Kalau sarana yang ditempuh malah menyusahkan orang sampai tujuan ya gak usah diambil. Kalau konsekuensi dari sasaran yang dikejar itu malah membuyarkan hidup orang ya lebih baik cari sasaran lain. Gitu aja kok repot. Kalau Anda bisa main catur dan Anda lupa waktu sampai-sampai tak pernah lagi berdoa, Anda mau menyalahkan caturnya? Mungkin Anda kira catur itu sejenis alarm clock gitu yang tugasnya mengingatkan Anda untuk berdoa?
Nah, justru itulah, Rom, catur kan bikin orang lupa waktu berdoa karena dia bukan alarm clock gitu.
Oh iya ya, tapi yang bikin orang lupa waktu berdoa itu caturnya atau niat main caturnya?

Dulu saya pernah ketik posting Filsafat Main-main. Kalau orang main catur sampai lupa waktu, ia mempersungguh permainan, dan catur berhenti sebagai permainan, ia mempermainkan orang. Seperti saya ini, masih aja mbahas catur, memalukan!😂😂😂

Bacaan pertama hari ini mengisahkan raja yang insaf akan kesalahannya mempermainkan hidupnya dengan bertindak sewenang-wenang, termasuk bangsa Yahudi yang menghormati tempat ibadat mereka. Sayang, dia baru insaf menjelang ajalnya dan hatinya dirundung sakit. Bisa-bisa sakit hatinya dibawa sampai mati.
Bacaan kedua juga menyinggung orang beragama yang mempermainkan keyakinan yang berbeda dari keyakinannya, malah ketahuan piciknya. Maksudnya mau melecehkan kepercayaan akan kebangkitan badan, malah alarm clocknya berbunyi bahwa Allah yang diyakininya itu bukan Allah Abraham, Ishak, dan Yakub. Ini Allahnya orang-orang mati yang tak punya harapan di luar kesuksesan hidup duniawi ini. Kalau mereka ini kerja di BUMN, tentu ketar-ketir dengan KomUt yang baru. Ini bukan alarm clock yang bersih seratus persen, tetapi untuk soal pengawasan, bisa jadi bunyinya sangat keras bagi yang hatinya tak bersih.

Mungkin ada baiknya orang beragama jadi alarm clock, bukan dengan komat-kamit mengenai catur, melainkan dengan memberikan kesaksian hidup. Amin.


SABTU BIASA XXXIII C/1
23 November 2019

1Mak 6,1-13
Luk 20,27-40

Sabtu Biasa XXXIII B/2 2018: 2M God’s Killer
Sabtu Biasa XXXIII A/1 2017: Bojomu Istriku
Sabtu Biasa XXXIII C/2 2016: Menuang Hidup

Sabtu Biasa XXXIII B/1 2015: Dewa Munafik
Sabtu Biasa XXXIII A/2 2014: Satu Tuhan, Salam Tiga Jari

2 replies