Saat Tuhan Berdoa

Doa orang beriman muncul pertama-tama bukan dari sebuah kebutuhan yang mendorong orang untuk berpaling kepada Allah, melainkan dari kenyataan bahwa Allah berpaling kepada manusia. Itu salah satu hasil olah rohani yang digumuli seorang pertapa Trapis (bukan terapis) Belgia, André Louf. Apakah hasil olah rohani itu hanya berlaku di Belgia? Tentu tidak.

Mari lihat bagaimana logika panic buying berlaku: sumber daya terbatas, siapa cepat dia dapat, yang lemah-lamban-miskin tak kebagian. Dalam keadaan seperti itu, orang bisa berdoa mohon supaya Allah intervensi, biar yang rakus dilaknat, biar yang tamak diazab, biar yang maksiat disikat. Bisa jadi itu adalah doa, tetapi bukan doa orang beriman. Menariknya, teks bacaan hari ini pun sebetulnya menunjukkan bahwa doa adalah soal orang berpaling kepada Tuhan dan memohon dari-Nya apa yang dibutuhkannya dan Tuhan tentulah mengabulkannya sejauh yang dimohon itu sesuatu yang baik. Jangankan Tuhan, orang jahat saja tahu mesti memberikan sesuatu yang baik kepada anaknya!

André Louf tak omong kosong. Mari lihat bagaimana logika orang beriman yang santuy tak terprovokasi untuk ikut panic buying, apalagi ikut melakukan mark up: sumber daya memang terbatas, tetapi cukup untuk seluruh umat manusia jika pengelolaannya tepat. Dalam keadaan seperti itu, orang beriman berdoa supaya Allah intervensi, bukan biar yang rakus dilaknat dan yang tamak diazab, melainkan biar manusia bisa mengelola sumber daya yang terbatas itu. Di sini, doa orang beriman tidak lagi menempatkan sosok Allah nun jauh di sana melemparkan kacang kulit kepada monyet-monyet yang berkebangsaan manusia, tetapi Allah yang bersama monyet-monyet itu mencari jalan untuk menemukan kacang kulitnya.

Begitulah kiranya yang dimaksudkan sebagai kerohanian. Pernah saya tuliskan dalam posting This is called spirituality: bahwa Roh yang diberikan Allah kepada manusia itu senantiasa mencari jalan pengungkapan, aktualisasi, ekspresi manusiawi. Itu mengapa juga ada slogan majalah yang hendak menegaskan bahwa semakin rohani, semakin insani. Bisakah dibalik semakin insani, semakin rohani? Ya silakan direnungkan sendiri.😁
Saya cuma mau menggarisbawahi yang disampaikan André Louf tadi, supaya orang tak jadi sok suci bin saleh juga dalam memahami doanya. Doa bukan mekanisme mencari penutup lubang tatkala manusia menemui jalan buntu, melainkan kesadaran bahwa Allah bersama manusia juga ketika menemui jalan buntu.

Hanjuk Allah dan manusia sama-sama menemui jalan buntu, Rom? Gada jalan keluar dong!😁
Ya itu bergantung pada perspektif yang Anda pakai juga. Dalam perspektif iman, kematian bukan jalan buntu. Kematian membuka dimensi kehidupan lain sehingga tidak perlu jadi batas yang pantas ditakuti sedemikian rupa sehingga malah orang jadi lebih ribet memperlambat penuaan, menimbun persediaan, mengeksklusikan penderitaan daripada merealisasikan Allah yang berpaling kepada manusia untuk mengelola sumber daya yang ada. Dalam arti itulah doa orang beriman berangkat dari kenyataan bahwa Allah bersama manusia: mengelola kehidupan, menghadirkan dimensi kehidupan lain (yaitu hidup-bersama-Allah), mengenyahkan ketakutan yang justru menjerat manusia untuk saling sikut.

Kemarin ada video ‘salam Wuhan’, lalu cake corona, dan Angela Merkel yang ditolak bersalaman tetapi tetap ceria.

Tuhan, mohon rahmat untuk bertekun menghadirkan wajah cinta-Mu. Amin.


HARI KAMIS PRAPASKA I
5 Maret 2020

TambEst 4,10a.10c-12.17-19
Mat 7,7-12

Posting 2019: Mengais Suara Golput
Posting 2017: Tuhannya Nganu

Posting 2016: Vending Machine God
Posting 2015: Doa Jamu Air Manjur
Posting 2014: Praying Heart Implies Humility

2 replies

  1. Aku tahu majalah ini, langganan malah.

    “Itu mengapa juga ada slogan majalah yang hendak menegaskan bahwa semakin rohani, semakin insani. Bisakah dibalik semakin rohani, semakin insani? Ya silakan direnungkan sendiri.”

    Sekarang merenungkan: yang kedua itu bukan tidak dibalik? Mendalam.

    Like