Konon ada seorang bajak laut yang sangat notorious, yang kerap menjarah perahu kecil dan menyerang kampung pesisir. Ia juga bisa menyiksa penduduk sebelum membawa kabur barang-barang berharga mereka. Sangat sulitlah orang melawannya karena dia punya segala jenis senjata. Semua orang takut padanya. Akan tetapi, singkat cerita, bajak laut ini tertawan oleh Alexander Agung, Kaisar Romawi. Hampir bisa dipastikan dia akan digantung karena kesalahannya.
Alexander Agung berkata kepadanya,“Tidak malukah kamu hidup bejatmu itu? Kamu akan dihukum berat, tetapi sebelum itu, kamu kuberi kesempatan untuk minta ampun dari semua orang yang telah kamu cederai.”
“Aku tidak mau dihukum, tidak juga diampuni, tapi ada satu hal yang ingin kukatakan.”
“Apa itu?” tanya Kaisar. Perompak itu menatap langsung ke arah Kaisar dan secara bermartabat bicara,”Kalau kamu berpikir aku seharusnya malu dengan hidup, aku ingin memberitahumu bahwa kamulah yang seharusnya lebih malu atas apa yang kamu lakukan.”
Kaisar terkejut dengan cara bicara bajak laut itu, tetapi ia masih cool dan meminta bajak laut meneruskan omongannya.
“Kita melakukan hal yang sama. Hanya saja, karena aku melakukannya dengan perahu kecil di lautan, aku disebut perompak, sedangkan kamu yang memakai armada besar untuk menundukkan lautan dan daratan disebut Kaisar Agung! Tidakkah seharusnya kamu yang lebih malu?”
Alexander Agung terdiam beberapa saat, lalu berkata,”Kamu mengatakan kebenaran. Tetapi kupikir bagiku lebih sulit mengubah hidupku karena aku tidak sendirian. Kamu lebih mudah untuk mengubah hidupmu. Aku putuskan untuk memberimu materi yang cukup untuk memulai hidup baru.” Bajak laut legend itu dibebaskan.
Begitulah narasi yang saya adaptasi dari anekdot bikinan Cicero yang dikutip Augustinus ketika berwacana mengenai City of God.
Orang-orang besar di dunia ini ialah mereka yang dapat menancapkan kekuasaannya dengan dominasi, kekerasan, kebohongan, ketidakadilan, represi, dan seterusnya. Wajar, karena memang hanya dengan cara itulah kekuasaan dengan dasar prinsip-prinsip material dunia ini bisa diperoleh. Kekuasaan macam itulah yang ada dalam benak Pilatus. Itu mengapa Pilatus tak mengerti wacana yang disodorkan Guru dari Nazareth,”Kekuasaanku bukan dari dunia ini.” Kalau wacana itu disodorkan pada pemuka agama Yahudi saat itu pun, wacana itu juga tak terpahami, karena bagi mereka kekuasaan agama dan politik tak terbedakan dan tak terpisahkan.
Kekuasaan yang direpresentasikan Guru dari Nazareth adalah kebenaran yang tolok ukur dasariahnya bukan lagi pada nilai-nilai material. Kebenaran dalam bahasa Kitab Suci bukanlah perkara orang berbohong atau tidak atau virus korona bikinan alam atau manusia, melainkan soal kesejatian atau integritas hidup orang. Ketika orang melihat sosok tertentu sebagai pribadi yang memang benar-benar musisi, atlet, imam, dokter, perawat, dan seterusnya, itulah yang dimaksud sebagai kebenaran. Kebenaran ini yang hendak dipersaksikan Guru dari Nazareth, tetapi kiranya tak dimengerti Pilatus.
Kebenaran, dengan demikian, tak jauh berbeda dari kemuliaan yang kemarin dibahas sebagai penampakan wajah Allah dalam hidup orang beriman. Dalam kisah hari ini, wajah Allah seperti itu dicemooh, direndahkan, dicibir, dipermainkan, diludahi, ditendang, dihabisi. Jumat Suci tidak membuat reifikasi wajah Guru dari Nazareth (menyamakannya dengan wajah Allah), tetapi menyodorkan cermin bagi orang beriman pada momen-momen mana dalam hidupnya wajah Allah itu dihancurkannya, entah sebagai bajak laut atau sebagai Alexander Agung. Narasi hari ini mengundang orang beragama untuk mawas diri, jangan-jangan ia membajak agama untuk kekuasaan.
Tuhan, mohon rahmat kebijaksanaan dan kekuatan untuk setia menampakkan wajah-Mu dalam tindakan-tindakan kecil kami. Amin.
HARI JUMAT SUCI
10 April 2020
Yes 52,13-53,12
Ibr 4,14-16;5,7-9
Yoh 18,1-19,42
Posting 2019: Dua Presiden
Posting 2018: Tuhan Hanya Butuh Dilan
Posting 2017: Kingdom of Conscience
Posting 2016: Jumat Suci: Keheningan Cinta
Posting 2015: A Faith that Never Dies
Posting 2014: Good Friday: The Turning Point
Categories: Daily Reflection