Selawat

Saya bagikan video yang saya unduh dari medsos dengan nama akun Achmad Riza Al Habsyi tanpa seizin beliau. Semoga saya mendapat pengampunan, tetapi ini video indahnya:

Indah, karena musik menembus batas sekat yang kerap dibuat bukan atas dasar keindahan, melainkan kegundahan. Konon, itu adalah latihan kor untuk pembukaan MTQ di Papua bulan November 2019. Saya tidak tahu apakah organis dan pelatih kornya seorang Muslim, tetapi saya percaya para penyanyinya adalah remaja Kristen. Kenapa? Karena mereka masih melihat teks pada gawai mereka.🤭 Bukan saja mereka belum hafal, bisa jadi juga mereka tidak mengerti lirik yang mereka nyanyikan.

Teks bacaan pertama hari ini mengisahkan bagaimana Filipus digerakkan oleh Roh untuk mendekati seorang pegawai ratu negeri Etiopia yang hendak beribadat ke Yerusalem. Pegawai itu sedang membaca teks Yesaya, teks yang sebetulnya tak ia mengerti. Filipus menjelaskan maksud tulisan Yesaya itu, tentu dengan rujukan Yesus Kristus yang dipercayainya. Ujung-ujungnya, sida-sida itu minta dibaptis, dan terjadilah demikian. Akan tetapi, janganlah Anda bayangkan yang dibuat Filipus itu sebagai proselitisme seperti zaman now dengan frame agama. Bingkai agama adalah temuan kategori pemikiran, yang tentu saja tidak mutlak klop dengan kenyataannya.

Kalau saya membagikan makna selawat Nabi Muhammad, bukan maksud saya untuk membuat Anda mengubah agama KTP Anda jadi Islam. Menurut KBBI, selawat adalah doa kepada Allah untuk Nabi Muhammad saw. beserta keluarga dan sahabatnya. Maka, itu berarti orang beriman memuji, mendoakan junjungan umat Islam supaya juga mulia di hadapan Allah. Saya kira, sebelum berlatih kor, para remaja Gereja Kristen itu sudah diberi penjelasan terlebih dahulu mengenai maksud selawat. Nah, apakah mereka mendoakan Nabi Muhammad sungguh-sungguh atau sekadar melantunkan harmoni lagu selawat, hanya bisa dijawab oleh mereka masing-masing.

Bacaan kedua hari ini masih juga dalam wacana roti hidup, dan kiranya saya tidak dikutuk oleh pemberi roti hidup itu pada saat saya mendoakan para nabi, termasuk Nabi Muhammad sebagai rasul Allah. Ingatan saya kembali ke ziarah makam para Wali Songo, para guru rohani yang membaktikan hidup mereka supaya semakin banyak orang bertakwa dengan cara mereka masing-masing. Kekayaan cara bertakwa ini kerap jadi persoalan, apalagi jika kewarasan hidup beragama tak diindahkan, yaitu ketika agama dikapitalisasi dengan paten, laksana hak kekayaan intelektual. Padahal, agama yang sejati, apa pun labelnya, adalah hidayah Allah.

“Tidak ada yang dapat datang kepada-Ku jika tidak ditarik Bapa yang mengutus Aku.” Begitulah refleksi penulis Yohanes, dan kalimat itu tidak harus dimaknai secara sempit dengan asumsi doktrin keagamaan. Bagaimana mungkin saya berziarah ke makam para Wali Songo kalau tak tergerak untuk mendoakan sekaligus mohon doa dari mereka? Pada gilirannya, selawat sebagai doa pujian dan permohonan itu baru menjadi utuh ketika hidup orang beriman sinkron dengan permohonan dan pujiannya sendiri. Lagu indah rohani, dengan demikian, tak banyak berkahnya jika tak sambung dengan hidup konkret orang. Tidak setiap orang yang lantang berseru “Tuhan, Tuhan” akan masuk ke dalam Kerajaan Allah, bukan?

Tuhan, mohon rahmat keterbukaan untuk hidup dalam berkah cinta-Mu. Amin.


KAMIS PASKA III
30 April 2020

Kis 8,26-40
Yoh 6,44-51

Posting 2019: Roti Saya Bundar
Posting 2018: Tuntun Dong

Posting 2017: Inisiatif Siapa Toh?

Posting 2016: Rotinya Rotinya

Posting 2015: Siapa Yang Nembak Duluan?

Posting 2014: Revolusi Mental, Revolusi Kultural