Miss You, God

Kalau Anda tak bisa meraih buah alpokat di pohon, sekurang-kurangnya Anda punya tiga cara untuk memetiknya sendiri. Pertama, Anda dapat memperpanjang tangan dengan bilah panjang. Kedua, Anda dapat memperpanjang kaki dengan tangga. Ketiga, Anda dapat memperpendek usia pohon alpokat itu dengan menggergaji batang pohonnya. Dengan begitu, Anda dapat memetik buah alpokat sendiri. Bilah panjang, tangga, dan gergaji adalah perpanjangan diri Anda, dengan segala daya ciptanya. Dalam analisis budaya, teknologi, dari pengungkit sederhana sampai satelit 5G adalah perpanjangan diri manusia.

Tentu saja, itu tadi soal relasi manusia dengan benda sebagai alat perpanjangan dirinya. Relasi antarmanusia juga bisa dihidupi dengan kerangka perpanjangan diri tadi. Akan tetapi, berbeda dengan teknologi, perpanjangan diri dengan manusia lain bersifat dua arah. Dengan teknologi, manusia menunjukkan relasi kekuasaan: teknologi mesti manut pada kehendak manusia, dengan segala keterbatasan idenya. Tidak seperti bilah panjang pemetik alpokat, tangga, atau gergaji, perpanjangan diri dengan manusia lain tak bisa tunduk pada kehendak subjek yang hendak memperpanjang diri.

Misalnya, presiden bisa memutuskan supaya orang tidak mudik demi pemutusan penyebaran virus. Untuk itu, dia bisa memperpanjang dirinya dengan perpu dan aparat di setiap jalan tikus. Perpanjangan diri presiden itu bisa juga menggapai warga yang semula berniat mudik njuk membatalkannya. Akan tetapi, tentu ada sebagian warga yang tidak jadi perpanjangan diri presiden, yang tetap mudik dengan dalih pulang kampung atau alasan lainnya. Dalam hal ini, ide presiden tentang pemutusan penyebaran virus tidak masuk ya, Pak Eko. Karena itu, tak ada communion antara presiden dan warganya.

Teks bacaan pertama hari ini mengisahkan bagaimana Saulus akhirnya mengalami communion dengan Tuhan, tetapi juga dengan orang-orang lain yang punya ketakwaan kepada Allah. Dalam tradisi Gereja Katolik, itu diterjemahkan sebagai komuni, yang dalam ritualnya menunjuk pada tindakan menerima roti bundar putih kecil. Mengapa kecil? Praktis. Kalo’ sebesar donat atau queen burger, njuk mau berapa besar wadahnya dan berapa lama umat selesai makan dan membersihkan mulut belepotannya?
Sudah saya singgung beberapa waktu lalu, oleh sebagian orang, communion bisa direduksi sebagai tindakan biologis, alih-alih menerimanya sebagai tindakan iman. Akibatnya? Orang sakit berisiko penularan virus pun bisa ngotot minta dikirimi ‘komuni’, seakan-akan komuni adalah benda roti bundar putih kecil itu. Dipikirnya, ia ngotot karena kerinduan akan Kristus, tetapi pada kenyataannya merupakan manifestasi attachment kepada barang material, bahkan mungkin memutlakkan benda material.

Wujud kerinduan akan Kristus justru bisa dipahami dengan kerangka perpanjangan diri tadi: apakah pekerjaan atau hidup seseorang itu merupakan perpanjangan hidup Kristus. Apakah orang hidup dengan integritas seturut tuntunan universal dari kitab suci atau pribadi suci yang bersekutu dengan Allah. Kalau tidak, kerinduannya cuma sebatas ritual formal, bukan kerinduan substansial. Masa pandemi ini malah jadi masa berahmat bagi orang beragama untuk menguji diri apakah kerinduan akan Allahnya sungguh-sungguh substansial, atau jebulnya ya cuma kerinduan ritualisme belaka.
Mereka yang sungguh punya kerinduan akan Allah, hidupnya melampaui keterbatasan ritual dan senantiasa berikhtiar supaya pekerjaan dan hidupnya sungguh menjadi perpanjangan diri Allah.

Tuhan, mohon rahmat ketekunan untuk menjadikan tutur kata dan tindakan kami sebagai perpanjangan cinta-Mu. Amin.


JUMAT PASKA III
Pf. S. Yusuf Pekerja
1 Mei 2020

Kis 9,1-20
Yoh 6,52-59

Posting 2019: Makan Berarti Puasa
Posting 2018: Ekaristi Sumber Hidup? Tênané

Posting 2017: Insider or Outsider

Posting 2016: Table Manner-nya Agama?

Posting 2015: Ayo Cari Jalan Pulang

Posting 2014: Pertobatan Ananias dan Saulus