Pada masa sekarang ini, kalau habis bepergian, saya mesti mandi dan berkeramas ria, juga meskipun beberapa jam sebelumnya saya sudah mandi. Bukan parno, melainkan cara normal (baru) untuk memutihkan kulit.🤣
Bukan apa-apa, meskipun kota tercinta saya ini tidak menerapkan PSBB (kalau bisa ya jangan, tetapi kalau diterapkan saya juga senang, biar bisa jadi warga kekinian gitu deh), saya perlu menjaga kesehatan para senior saya di sini yang sudah sekurang-kurangnya 60-an tahun (ya cuma belasan tahun perbedaannya dengan saya sih).
Teks bacaan hari ini adalah doa Guru dari Nazareth bagi murid-muridnya, yang diperlawankan dengan ‘dunia’ (κόσμος, kosmos, Yunani), sesuatu yang tertata secara tertentu. Semesta itu punya kinerja secara tertentu, dan doa Guru dari Nazareth tak berurusan dengan keteraturan semesta itu. Doanya berurusan dengan umat beriman. Barangkali kata kosmetik bisa membantu pemahamannya. Kosmetik dipakai orang untuk menata dunianya secara tertentu, tapi gak ada ceritanya orang memakai kosmetik untuk memuji Allah atau supaya dipuji Allah. Menampilkan diri yang terbaik di hadapan-Nya, apa salahnya?
Salahnya ialah diri terbaik itu ditata dengan polesan, mana kala Allah justru menghendaki setiap makhluk ciptaan-Nya kembali ke fitrah! Baru aja kemarin dirayakan, bukan? Kosmetik dan baju baru tak pernah merupakan esensi Idul Fitri karena kosmetik dipakai untuk urusan duniawiawi (ini bukan salah ketik). Cobalah Anda nilai sendiri bagaimana melihat gadis pesolek nan cantik keluar dari swalayan dan membuang kertas struknya begitu saja ke lantai. Mengapa kok tidak lembaran uang biru atau merahnya yang dibuang begitu saja? Apakah gadis cantik ini jadi jelek gara-gara meludah atau buang sampah sembarangan? Tidak, dia tetaplah cantik dengan kosmetiknya, lha wong kosmetik memang dimaksudkan supaya wajah tertata seturut ukuran indrawi.
Guru dari Nazareth mendoakan murid-muridnya, bukan supaya mereka diberi kekuatan atau keberanian, melainkan supaya mereka tak larut dalam dunia kosmetik tadi. De facto, mereka tidak memakai kosmetik, tetapi dunia kosmetik juga bisa menyerap mereka ketika mereka menata kehidupan di sekeliling mereka dengan tolok ukur duniawi tadi.
Lho, apa ya orang gak boleh sih, Rom, menata kamarnya biar kelihatan cantik, atau menghias tempat ibadat supaya asri dan sejuk untuk beribadat?
Ya boleh bangetlah! Akan tetapi, poinnya di sini justru bukan di situ.
Guru dari Nazareth berdoa supaya murid-muridnya keep in touch dengan Allah, dengan teladan yang telah diberikannya sendiri. Dengan kata lain, doa Guru dari Nazareth ini tidak hendak menyapih murid-muridnya dari kenyataan hidup sehari-hari yang penuh dengan kosmetik, tetapi menegaskan supaya mereka senantiasa éling, alert, sadar untuk menjaga kesatuan batin dengan Allah dan sesama, bukan dengan kosmetiknya. Urusan tata surya, sudah ada yang mengelola. Yang kurang dikelola dengan baik justru wajah bumi yang tereksploitasi dan ketidakadilan yang diakibatkannya. Guru dari Nazareth mendoakan para pengelola wajah bumi ini supaya wajah Allah yang tanpa kosmetik itu memang pantas dimuliakan dalam kerja sama orang-orang beriman.
Tuhan, mohon rahmat Roh Kudus-Mu supaya kami senantiasa menjadi milik-Mu semata dan tak hanyut dalam tata kosmetik dunia yang menodai keadilan-Mu. Amin.
HARI SELASA PASKA VII
26 Mei 2020
Posting 2019: PD Oke, Keterlaluan Jangan
Posting 2018: Oposisi Lemah
Posting 2017: Tanggung Nih
Posting 2016: Susahnya Sederhana
Posting 2015: Pengetahuan Tertinggi
Posting 2014: Memuliakan Tuhan, Mangsudnyah?
Categories: Daily Reflection