Ndhèrèk Langkung

Kalau lewat gang atau jalan dan ada orang yang saya lalui, biasanya saya mengatakan “numpang lewat”. Dalam bahasa Jawa istilahnya ndhèrèk langkung. Saat jogging pagi ini saya melalui jalan yang rupanya sedang disapu warga, yang saya memang tidak kenal. Dari arah berlawanan ada tiga penunggang sepeda dengan kecepatan yang saya kira tak lebih kencang dari lari saya [yang artinya pelan jalannya], tetapi ini bunyi belnya jelas kencang, dan berkali-kali, dan dibuat oleh ketiga penunggangnya. Tentu saja, warga yang menyapu jalan tadi minggir, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, dan memang itu kiranya yang dikehendaki penunggang sepeda tadi. Kalau dikasarkan ya jadi,”Woeee awas, gua mau lewat, minggir lu!” Kalau dibuat halus [yang artinya belnya cukup satu kali untuk setiap penunggang, wong yang nyapu itu rupanya juga tidak tuli] ya kira-kira,”Permisi, kami mau lewat.”

Saat saya hampir mendekati posisi bapak yang sedang menyapu jalan depan rumahnya itu, dengan menahan nafas yang terengah-engah saya mengatakan,”Ndhèrèk langkung” dan saya lihat sepintas bapak itu tersenyum melihat saya,”Manggaaaa.” [Bacanya monggo ya.] Saya senang, bapak itu saya kira juga senang karena disapa. Numpang lewat bikin sana-sini senang, dan itulah yang hendak saya pakai untuk belajar sesuatu dari dogma yang disodorkan Gereja Katolik dalam perayaan hari ini: SP Maria Diangkat ke Surga. 

Dua tahun yang lalu saya berkesempatan mengunjungi sebuah rumah di Yerusalem sana yang dikenal dengan tempat dormizione di Maria. Maksudnya, konon di situlah Bunda Maria tidur sedemikian nyenyaknya seakan-akan beliau wafat, tetapi tidak wafat. Anehnya, para rasul ketika kembali ke tempat Bunda Maria ini tidur, tubuhnya tidak ada di situ lagi. Lalu terjadilah tradisi lisan yang menyatakan bahwa Bunda Maria ini tidak wafat, karena dikandung tanpa noda dosa, dan kalau tak bernoda, tak mengalami kematian. Begitu teologi kuno, yang saya kira sudah tak berterima lagi untuk zaman now. Lha piyé jal, wong anaknya saja mati, kenapa ibunya gak boleh mati?🤭

Sekurang-kurangnya dalam keyakinan pribadi saya, beliau ya mengenal kematian juga, tetapi kapan dan di mana, ya emboh. Itu tak penting lagi. Yang lebih penting adalah memaknai keyakinan bahwa beliau diangkat ke surga. Untuk itu, saya sodorkan ikonografi yang sangat familiar di Gereja Ortodoks.

Di sekeliling Bunda Maria yang tidur lelap itu ada para rasul, yang semua matanya menatap pada sandaran kepala Bunda Maria. Ini normal saja, karena mata orang memang menangkap apa yang terdeteksi oleh sensor indra penglihatan. Akan tetapi, justru di situlah pesan ikonografi itu. Kalau mau mengerti bahwa Bunda Maria diangkat ke surga, yang ditatap bukan lagi tempat tidur atau jasad Bunda Maria, melainkan kenyataan yang digambarkan dalam mandorla. Oh, tapi ini jebulnya sudah saya singgung dalam posting 2018 ya: Ditinggal Malah Senang?

Kalau begitu, kembali ke ndhèrèk langkung tadi deh. Bunda Maria memberikan kesaksian bagaimana hidupnya tak lain dari ndhèrèk langkung: ia tidak berhenti atau stuck pada dimensi indrawi yang bisa bikin galau sana-sini. Naik ke surga bukan perkara pindah tempat, melainkan perkara mengganti tatapan mata, yaitu tatapan yang melampaui rapuhnya dunia ciptaan. Dengan begitu, kenaikan ke surga bukanlah privilese Bunda Maria. Beliau memodelkannya.
Saya mendapat kesenangan dalam memperlakukan bapak yang menyapu jalan itu, beliaunya juga saya kira senang karena dimanusiakan, tetapi akhirnya toh saya cuma numpang lewat. Bisa dibalik: memang saya numpang lewat, tetapi yang saya lewati itu ada maknanya, dan itu membahagiakan. Kalau saya berhenti, bisa jadi bapaknya malah repot mesti menyediakan susu dan sarapan, dan pace jogging saya jadi berkurang #halaaaaah.

Tuhan, ajarilah kami senantiasa untuk detach terhadap apa saja yang dapat menghambat kami mengalami kebersamaan dalam cinta-Mu. Amin.


HARI RAYA SP MARIA DIANGKAT KE SURGA
(Hari Minggu Biasa XX A/2)
16 Agustus 2020

Why 11,19;12,1.3-6.10
1Kor 15,20-26
Luk 1,39-56

Posting 2019: Belajar dari Jin Salib
Posting 2018: Ditinggal Malah Senang?

Posting 2017: Maria adalah Kita

Posting 2016: Ngimpi Doa

Posting 2015: Kavling Badan di Surga

Posting 2014: Tolong Doa’in Prabowo Dong

3 replies

  1. romo guru, perkenankan saya bertanya, penjelasan ini memberi pemahaman baru pada saya. Pemahaman saya sebelumnya, Bunda Maria tidak meninggal karena tubuh dan jiwanya diangkat ke dalam kemuliaan surgawi. Nah kalau meninggal, maka yang terangkat jiwanya saja. Atau tubuhnya diangkat dalam kondisi meninggal. Atau setidaknya Bunda Maria harus dibangkitkan dulu sebelum diangkat, supaya tubuh dan jiwanya bisa terangkat bareng ke surga. Atau tidak bareng #ah, bingung, makasih romo

    Like

    • Halo Kak, kalau bingung ya tak usah dipikir susah. Mau percaya Bunda Maria tak meninggal juga gak apa-apa kok. Yang pokok, entah meninggal atau tidak, jiwa dan raganya mulia seperti putranya.

      Like

  2. Iya rm benar🤔 sy sdh cb membaca jg bbrp referensi dn penjelasannya. Itu bagian misteri inkarnasi Allah, Tabut Perjanjian Baru. Hal2 teknis ….yeah gpp, Ave Maria. Rm, mksh ya

    Like