Santo Santuy

Asumsi posting kemarin: dalam kehidupan abadi, gak ada ceritanya orang yang satu lebih utama dari orang yang lainnya. Yang meninggikan diri malah direndahkan, dan yang merendahkan diri malah ditinggikan. Akan tetapi, ini bukan pembicaraan mengenai dunia sono kelak entah kapan, melainkan mengenai dunia sini sekarang ini dengan perspektif sono. Hasilnya berdampak bagi dunia sini-sono.

Dengan contoh orang jujur kojur alias ancur, bisa dimengerti bahwa ancur atau kojur hanyalah bahasa materialis. Kalau yang menjalaninya menerapkan pemitraan matra jasmani dan rohani, kehancuran itu tak meredupkan jiwanya. Bisa jadi malah dia happy. Tidak ada kamus “air susu dibalas air tuba” bukan karena tindakan baik pasti dibalas kebaikan, melainkan karena pemberian dirinya bersifat searah, bagai sang surya menyinari dunia. Kebaikannya hanyalah kebaikan Allah yang numpang lewat, tak ada alasan untuk menahan bagi dirinya sendiri.

Dengan pemitraan sono-sini tadi bisa dimengerti juga perayaan Gereja Katolik hari ini yang berkenaan dengan persekutuan orang kudusnya. Ini bukan perayaan bahwa Gereja Katolik punya banyak santo/santa di dunia sono, lha wong judulnya saja Hari Raya Semua Orang Kudus. Mosok orang kudus cuma yang dikanonisasi Gereja Katolik? Gak mungkin amat! Gimana dengan mereka yang lahir dan besar sampai mati di Kudus, jal? Apa mereka juga bukan orang Kudus?

Kekudusan adalah buah kerja Roh yang merambah hidup Santo/Santa “formal” dan Santo/Santa santuy, yang hidupnya serba biasa: orang tua yang dengan penuh kesabaran mendampingi anak untuk bertumbuh dan berkembang dalam iman yang ramah pada siapa pun, mereka yang bertekun menggumuli passion hidupnya untuk kesejahteraan atau kepentingan bersama, mereka yang setia dan penuh cinta menjalankan pekerjaan rutin untuk mengais rezeki keluarga, tenaga kesehatan yang sepenuh hati merawat pasien, mereka yang menjalani masa pensiun dengan gembira tanpa ambisi yang mengacau disposisi hati, dan seterusnya.

Ndelalahnya pagi ini saya potret seorang santo santuy di pinggiran sawah. Seorang ayah tengah memindahkan pupuk dari gerobak ke sawah. Sementara itu, di depan gerobak itu anaknya tengah duduk di kursi bakso kecil sambil minum susu dari botol dotnya melihat ayahnya bekerja. Saya tak tahu apakah anak ini digendong atau ditaruh dalam gerobak selama perjalanan ke sawah itu. Pokoknya, itu adalah sketsa kekudusan seorang ayah yang di tengah pekerjaan rutinnya mencurahkan kasihnya kepada buah hatinya dengan cara santuy.

Orang kudus ialah mereka yang menghidupi Sabda Bahagia tanpa target jadi Santo/Santa “formal” tadi. Itu biar diurus orang lain. Urusan Santo/Santa santuy ialah menjalani hidup kesehariannya dalam terang iman, harapan, dan cinta yang dari Allah sendiri. Susahnya, Sabda Bahagia memang memuat paradoks sehingga orang perlu melihat dengan perspektif utuh: material dan spiritual. Ini adalah panggilan bagi Anda dan saya untuk menghidupi kekudusan: melihat sakralitas dunia profan, menemukan kerohanian dalam materialitas hidup, menangkap panggilan Allah dalam urusan receh duniawi, dan seterusnya. Panggilan ini terpenuhi ketika orang mengalami kemajuan dalam iman, harapan, dan cintanya.

Tuhan, mohon rahmat kebijaksanaan supaya dapat menghayati Sabda Bahagia-Mu. Amin.


HARI RAYA SEMUA ORANG KUDUS
(Minggu Biasa XXXI A/2)
1 November 2020

Why 7,2-4.9-14
1Yoh 3,1-3
Mat 5,1-12a

Posting 2019: DKI Jaya Enda
Posting 2018: Live Each Day
Posting 2017: Semua Orang dari Kudus

Posting 2016: Sudah
Happy?
 
Posting 2015: Tragedi Orang Kudus

Posting 2014: Menteri-menteri Nan Suci