Let it be

Dua minggu lalu saya pergi melayat senior yang meninggal karena jantungnya ngadat kerja secara agak mendadak. Ini adalah pribadi yang membuat saya kejerman-jermanan. Maklumlah, sejak kelas tiga SD saya sudah sedemikian akrab dengan badge tim Bayern München atau kaos tim nasional Jerman. Saya sering mendapat update berita dari Kicker atau Deutsche Welle tanpa harus mengerti bahasa Jerman atau langganan majalahnya. Itu benar-benar menyukakan hati saya pada saat itu; selain bahwa setiap akhir tahun pelajaran kami selalu melakukan tur keliling Jawa selama seminggu penuh.

Akan tetapi, pada saat melayat itu, yang menyukakan saya bukan lagi pernik-pernik menyenangkan tadi. Saya mesti mengakui bahwa sedekat apa pun saya dengannya, tetap ada wilayah gelap di luar pengetahuan saya. Pengenalan saya yang terbatas itu toh membuat saya bersyukur atas pribadi yang sedikit banyak membentangkan jalan kemerdekaan bagi saya. Saya ingat bagaimana sebagai pastor bule beliau setia berkeliling mengunjungi umat dari rumah ke rumah; juga bagaimana beliau dilempari kerikil oleh orang kampung, atau diejek orang dengan ungkapan Jawa sebelum kemudian beliau menyapa balik dengan bahasa Jawa. Senior saya ini memberi imaji saya tentang pastor yang kerja di gereja-gereja Katolik.

Yang paling saya syukuri adalah sikap batinnya sebagaimana digambarkan dalam teks bacaan hari ini: memercayakan anak-anaknya pada penyelenggaraan cinta Allah. Memang, itu beda tipis dengan “sebodo’ amat”, tetapi dalam pengalaman saya tidak begitu ceritanya. Ketika saya ada di persimpangan jalan dan krisis berat dengan risiko saya mengambil jalan yang orientasinya berbeda dari apa yang sejak kecil ditanamkannya dalam diri saya, beliau mendengarkan saya secara serius, tetapi tanggapannya tampak tak serius karena beliau punya banyak stok banyolan.

Beliau seperti hendak mengatakan kepada saya: do what you do! Benarlah, saya bergumul dan terus meniti hidup saya dalam kemerdekaan untuk bergaul dengan Allah yang kerap bertingkah aneh juga. Pada akhirnya, saya tetap mengikuti jalan senior saya itu, meskipun bukan sebagai pastor yang di gereja-gereja gitu. Poinnya ialah disposisi let it go yang dilandasi keyakinan bahwa Allahlah penyelenggara kehidupan. Kepada-Nya hidup diletakkan, bukan pada proyek atau ambisi pribadi.

Tuhan, mohon rahmat kepekaan batin untuk melihat cinta-Mu di balik kerasnya hidup yang kami jalani. Amin.


PESTA YESUS DIPERSEMBAHKAN DI BAIT ALLAH
Selasa Biasa IV B/1
2 Februari 2021

Ibr 2,14-18
Luk 2,22-40

Posting 2020: Surga di Bawah Telapak
Posting 2019: Mau Sisa-sisa?

Posting 2018: Dilanmu Mana?

Posting 2017: Saya Disadap

Posting 2016: Orang Tua Bikin Hang

Posting 2015: Bismillah