Doa Cakep

IMHO, doa yang baik tak berpretensi mengubah kehendak Allah, tetapi mengubah perspektif pendoanya terhadap kehidupan. Ini tidak untuk mengatakan bahwa tiada guna memohon supaya Allah membebaskan bangsa manusia dari pandemi, supaya Allah menyembuhkan penderita sakit, supaya Allah menyelamatkan orang yang terjebak banjir, dan seterusnya. Permohonan-permohonan itu relevan untuk membangun kesadaran bahwa manusia punya ketergantungan pada yang transenden dan bahwa doa tak bermuara pada self-interest, tetapi pada kebaikan bersama.

Saya ambil skenario buruk bahwa Anda atau saya terkena penyakit yang sedang naik daun, thanks to media dengan teknologi komunikasi tercanggihnya. Badan nyeri, lidah mati rasa, lemas, sulit bernafas, dan seterusnya. Segera Anda atau saya dag-dig-dug cemas dengan pekerjaan atau bisnis yang dijalankan karena posisi kita ini sangat penting. Sekurang-kurangnya Anda mesti off selama dua minggu, dan pikiran sudah dipenuhi dengan aneka macam kekhawatiran: bagaimana dengan karyawan, pendapatan yang langsung anjlok, usaha yang bisa saja langsung gulung tikar, disertasi macet [lha kalo itu mah gak usah pake sakit ya bisa macet, Rom😂], dan seterusnya.

Doa yang baik, IMHO lagi, bukanlah doa yang menekankan supaya Yang Transenden itu menyingkirkan segala keadaan yang menurut Anda atau saya menghambat proyek kita; melainkan doa yang menonjok kita untuk menyadari dan mempertanyakan kembali untuk siapa kita hidup, untuk apa kita hidup, bagaimana kita perlu membangun kehidupan, dan seterusnya. Dari situ, mudah-mudahan orang mengerti bahwa “bukan kehendakku yang terjadi, melainkan kehendak-Mu.” Tentu saja, siapa yang tahu kehendak Allah secara definitif selain kehendak umum akan kebaikan bersama?

Maka, tak mengherankan bahwa Guru dari Nazareth menyodorkan doa yang tak bertele-tele, yang mengubah perspektif orang mengenai kehidupan. Si pendoa tak lagi bisa memonopoli Allah sebagai Tuhannya sendiri. Si pendoa tak lagi bisa berlagak bahwa kepentingannya lebih penting daripada kepentingan siapa pun di dunia ini. Si pendoa ‘dipaksa’ untuk mengerti bahwa hidup ini terlalu kaya untuk dipersempit dengan wawasan sendiri, yang malah memenuhi pikirannya dengan aneka kekhawatiran dan kecemasan. Dengan modal kekhawatiran dan kecemasan, dunianya malah jadi buram. 

Tuhan, ajarilah kami untuk berdoa tanpa banyak cakap. Amin.


HARI SELASA PRAPASKA I
23 Februari 2021

Yes 55,10-11
Mat 6,7-15

Posting 2020: Panic Buying
Posting 2019: Rahmat Si Pengampun

Posting 2018: Malu Beragama?

Posting 2017: Doa Nonsense

Posting 2016: Sumur Resapan Doa

Posting
2015: The Power of Prayer

Posting 2014: Lord’s Prayer: Principle and Foundation