Hati Jantung

Saya punya teman yang jadi begitu devotif dalam doa ketika tiba waktunya boarding ke pesawat. Doanya sedemikian intens sehingga tak mungkinlah ngobrol santai, apalagi bercanda, dengannya. Nanti kalau sudah mendarat, penumpang berwajah serius pun bisa jadi bahan candaannya. Teman saya ini bukanlah orang jahat, tetapi teks bacaan hari ini mungkin mengategorikannya sebagai anggota generasi yang jahat. Pis, Bro🤭

Kalau begitu, terhadap kata ‘jahat’ itu kita perlu perhatikan lebih seksama. Tampaknya ini bukan jahat dalam arti moral, meskipun bisa juga nyangkut moralitas. Barangkali untuk memahaminya perlu ditilik beberapa ayat setelah teks bacaan hari ini: Matamu adalah pelita tubuhmu. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu, tetapi jika matamu jahat, gelaplah tubuhmu (Luk 11,34). Artinya, kondisi matanya itu buruk sehingga yang dilihatnya pun buruk, gelap, kabur, dan sejenisnya.

Mengapa disebut kondisi matanya buruk? Karena mereka terus saja meminta tanda, tetapi tak mau melihat yang jelas-jelas sudah ada di sekelilingnya. Pantaslah orang Jawa itu kalau misuh alias memaki orang lain juga dengan menggunakan salah satu indra ini: duagadu (muatamu)😂
Tentu saja, Guru dari Nazareth tidak sedang mengritik mata fisik mereka yang meminta tanda, tetapi mata batin yang tak peka pada penyelenggaraan ilahi.

Tiliklah teman saya tadi, baru tampak serius doanya kalau dia dihadapkan pada sesuatu yang ditakutinya. Mungkin itu masih mendingan, daripada mereka yang cekakakan sewaktu naik pesawat dan begitu pesawat mengalami turbulensi baru ambil rosario, tasbih, mendaraskan mazmur, melafalkan mantra, dan sebagainya. Barangkali lebih banyak orang beragama yang baru aware terhadap yang transenden setelah mereka ada dalam bahaya kematian; baru pikir tobat setelah susah bernafas; baru percaya setelah harus dirawat di ICU, dan seterusnya.

Orang yang sungguh beriman meletakkan pernak-pernik kehidupannya, yang serba receh itu, dalam perspektif hidup bersama Allah. Sehat-sakit, sukses-gagal, suka-duka, untung-rugi, semua dialaminya bersama Allah. Kerja kerasnya dijalankan bukan untuk cari selamat sendiri, melainkan sebagai konsekuensi cinta Allah dalam hidupnya. Kurang happy apa orang yang sungguh beriman itu? Kurang tanda apa lagi?
Tidak kurang, cuma karena orang memang tak sungguh beriman, akhirnya ya seperti pepatah Jawa itu: diwenehi ati ngrogoh rempela (diberi hati, ngrogoh jantungnya juga). Sudah diberi sesuatu yang berharga dalam hidupnya, ya masih ngotot yang receh-receh.😅

Tuhan, mohon rahmat kejernihan mata batin supaya kami dapat berkanjang dalam cinta-Mu. Amin.


HARI RABU PRAPASKA I
24 Februari 2021

Yun 3,1-10
Luk 11,29-32

Posting 2020: Pasti Tak Pasti
Posting 2019: Maafkan Hoaks

Posting 2018: Jalan (Gagal) Pulang

Posting 2017: The Power of Emak

Posting 2016: Apa Guna Posesif?

Posting
2015: Belajar Tobat dari Orang Lain

Posting 2014: Repentance: Fusion of Horizons