Angkat Kasurmu

Di pinggiran kota tempat tinggal saya ini ada jalan batas kota yang cepat sekali rusak karena pada musim hujan air senantiasa meluap sampai jauh. Kalau air itu berasal dari Bait Allah seperti diceritakan dalam teks bacaan hari ini, mungkin memberi kehidupan; tetapi kali lalu saya telusuri rupanya bukan dari Bait Allah, melainkan dari tempat yang tersumbat aneka sampah. Begitulah rupanya orang memperlakukan air, seperti memperlakukan tanah: sebagai tempat sampah. I don’t care, pokoknya aku sudah gak butuh, buang saja dari jendela mobil, buang saja dari ke sembarang tempat yang tak berpenghuni. Dunia ini adalah tempat sampah yang mahaluas. Nak tĕnan.

Problem itu memang tak bisa diselesaikan secara pribadi. Meskipun saya tak pernah membuang sampah di area itu, mungkin sampah dari tempat tinggal saya dibuang ke tempat lain yang bikin orang lain harus mengalami ketidaknyamanan karena sampah saya. Saya nyaman-nyaman saja, dan orang lain yang mesti menanggung ketidaknyamanan karena kenyamanan saya. Njuk gimana dong? Mana mungkin saya memutuskan sendiri di mana tempat pembuangan sampah terakhir dan bagaimana mengolahnya? Tidak semua sampah bisa dijadikan biokompos di rumah.
Betul, problem ini bukan problem individual, tetapi bukan berarti setiap individu njuk I don’t care tadi.

Kisah penyembuhan dalam teks bacaan hari ini sebetulnya mengusik perkara kenyamanan ini. Orang yang selama 38 tahun tak berkutik mendekati air yang memberi kehidupan itu ditantang Guru dari Nazareth: kalau kamu benar-benar mau sembuh, angkatlah tilammu itu dan berjalanlah. Terlepas dari ini kejadian pada hari ketika hukum agama menentang kerja, Guru dari Nazareth menunjuk poin penting. Tiga puluh delapan tahun rebahan di atas tilam, gimana mau sampai ke air? Wong sudah enak-enak di tempat tidur, gimana bisa gesit bergerak ke kolam? Maka, yang bikin tidak gesit itu ya diangkatlah, jangan dijadikan alas untuk rebahan ria!

Kenyamanan, biar bagaimana pun, hanyalah shelter, bukan tujuan. Begitu menjadi tujuan, orang kesulitan mengalami kesembuhan, kesulitan menghayati pertobatan, yang tak lain adalah hidup solider dengan Allah yang menginginkan kebaikan bersama; supaya semua orang bisa masuk dalam generasi rebahan.😂 Ironisnya, supaya semua orang bisa rebahan, semuanya dituntut untuk angkat matras dan berjalan.🤔

Tuhan, mohon rahmat kekuatan untuk mengubah kenyamanan kami sebagai momen untuk mengabdi Engkau dan melayani sesama. Amin.


HARI SELASA PRAPASKA IV
16 Maret 2021

Yeh 47,1-9.12
Yoh 5,1-16

Posting 2020: Santuy Kok Harus
Posting 2019: Ganti Paradigma
Posting 2018: Cinta Rentenir

Posting 2017: Bangun Brow!

Posting 2016: Penggemar Harapan Palsu

Posting 2015: Mau Lu Apa?

Posting 2014: Will Thou be Made Whole?