Dalam tradisi Katolik ada yang namanya Sakramen Pengurapan Orang Sakit, yang biasanya diberikan pada saat orang mengalami ‘bahaya’ kematian: supaya yang bersangkutan boleh mengalami kedamaian batin sehingga kalau akhirnya mati pun, tidak mati dalam penyesalan [ini benar-benar akibat nonton drama kungfu Mandarin melulu😂]. Nah, yang bisa memberikan Sakramen tadi adalah pastor, atau orang Jawa menyebutnya romo.
Saya kenal seorang romo yang dikenal sebagai romo pencabut nyawa. Julukan ini tidak datang dari dirinya sendiri, tetapi dari orang-orang yang mendapatkan pelayanan spiritualnya. Kenapa dia disebut pencabut nyawa? Lha, itu yang mau saya ceritakan, yang berkebalikan dengan narasi teks hari ini. Teks bacaan hari ini mengisahkan pegawai istana (yang kemungkinan besar bukan orang Yahudi penganut monoteisme) yang anaknya sekarat. Ia meminta Guru dari Nazareth supaya datang dan menyembuhkan anaknya. Tahu kondisi gawat, kok ya Guru dari Nazareth sempat-sempatnya menggoda,”Kalau gak lihat tanda dan mukjizat, kamu gak bisa percaya ya.”
Kalimat itu mungkin tidak sesederhana yang Anda bayangkan, seakan-akan Guru dari Nazareth menuduh pegawai istana itu tak percaya pada cerita yang didengarnya tentang kemampuan Guru dari Nazaerth itu. Guru dari Nazareth menegaskan bahwa kepercayaan itu memang mengandaikan orang melihat jauh melampaui tanda dan mukjizat. Kata kerja yang dipakai bukan blepo, melainkan horao. Sudah saya singgung antara lain pada posting Learning by Nyemplung. Nah, pegawai istana ini tentu saja tak sabar dengan wacana rohani. Sudahlah, mbok segera datang, keburu anakku mati toh ya!
Itu persis kalimat yang kerap dilontarkan umat kepada romo pencabut nyawa tadi. “Ibu saya sudah sangat kritis, Mo. Tolong diberi minyak suci segera!” Romo pencabut nyawa ini cuma tersenyum dan menjawab,”Ibu tidak akan meninggal sebelum saya beri minyak suci.” Betul saja, romo itu datang memberi minyak suci bahkan esok harinya, dan yang diberi minyak suci benar baru meninggal setelah romo pencabut nyawa itu memberi minyak suci. Itu terjadi bukan cuma sekali dua kali sehingga tak mengherankan bahwa muncul julukan pencabut nyawa.
Saya tidak bermaksud menyamakan romo pencabut nyawa dengan Guru dari Nazareth, tetapi menunjukkan bahwa kepercayaan kepada kata-kata mereka itu memungkinkan orang menemukan kebenaran hidupnya dalam kedamaian. Betul, ternyata anaknya sembuh. Betul, ternyata orang tua yang kritis itu meninggal dengan tenang.
Tuhan, mohon rahmat kepercayaan pada penyelenggaraan-Mu. Amin.
HARI SENIN PRAPASKA IV
15 Maret 2021
Posting 2020: Nasi Mutěr
Posting 2019: Khawatir Percaya
Posting 2018: Terserah Kaulah, Tuhan
Posting 2017: Mbok Belajar Inklusif Dikit
Posting 2016: Kafir tapi Mikir
Posting 2015: Percaya atau Lihat Dulu?
Posting 2014: Dictum Factum
Categories: Daily Reflection