Ini sharing saja ya untuk merayakan Santo Yosef, suami Maria. Idenya, beliau ini adalah sosok yang tahu bagaimana ‘melepaskan’ rencana hidupnya untuk kebaikan yang lebih besar. Nah, kalau sudah dapat idenya, sebetulnya ya tidak perlu baca sharingnya sih.🤭
Sharing ini tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa hidup saya seperti hidup tokoh suci ini. Jauh amir! Ini cuma sebagai cermin, siapa tahu Anda punya pengalaman yang mirip. Tos dulu.
Mulai dari ketika tangan kanan saya cacat gara-gara panco, yang membuat saya tak lagi bisa jadi spiker pada tim inti bola voli sekolah dan bikin tulisan saya acak-acakan, selain tak mampu menulis cepat dan cepat lelah juga.
Selanjutnya, ketika saya masuk sekolah khusus, saya tahu potensi dan minat saya juga berdasarkan tes, dan sejak itu saya membayangkan bagaimana saya bisa mengembangkan seluruh potensi dan minat saya. Apa daya, disposisi psikis saya membuat tak berdaya terhadap sistem pendidikan yang menjerumuskan saya ke suatu bidang, yang terhadapnya passion saya cuma sebesar lilin ulang tahun.
Ketika saya masuk ke tahap pendidikan yang lebih khusus lagi, saya mengalami keadaan yang kurang lebih mirip dengan jenjang sebelumnya. Saya tak dapat memperdalam bidang yang saya minati karena dosen pembimbing yang kompeten menutup bimbingan mulai angkatan saya.😅 Itu masih mendingan, karena di jenjang sesudahnya malah lebih parah lagi: saya mesti berhenti karena tak sanggup menyelesaikan disertasi seturut tenggat waktu yang diberikan dosen saya, yang rupanya sudah mengajukan pensiun dini. Tersisa satu semester saja, padahal saya butuh sekurang-kurangnya dua semester.
Kalau saya tilik ke belakang, saya melihat tren positif: semakin lama ‘melepaskan’ visi sendiri itu lebih mudah. Yang semula didominasi oleh kemarahan, kegeraman, sungut-sungut, lama kelamaan bisa dialami sebagai momen pembebasan. Meskipun saya tidak bisa mengklaim bahwa ‘melepaskan’ visi pribadi itu demi kebaikan yang lebih besar, sekurang-kurangnya saya boleh mengikuti jejak Santo Yosef, yang menjalani hidup nan rapuh ini tanpa ketakutan dan kekhawatiran yang membelenggu jiwa. Lha piye to, untuk apa hidup kalau bukan untuk happy-happy karena mencari kehendak-Nya dan hidup bersama-Nya?
Tuhan, mohon rahmat kerendahhatian yang dapat membantu kami untuk menemukan jalan-Mu, terutama ketika kami perlu merombak agenda pribadi kami. Amin.
HARI RAYA S. YUSUF, SUAMI SP MARIA
(Jumat Prapaska IV)
19 Maret 2021
2Sam 7,4-5a.12-14a.16
Rm 4,13.16-18.22
Mat 1,16.18-21.24
Posting 2020: Jangan Takut
Posting 2019: Merangkak Tanpa Mangkrak
Posting 2018: Kau Terlalu Baik
Posting 2017: Siapa Dulu Suaminya
Posting 2016: Beneran Amanah?
Posting 2015: Cinta Bukan Ngampet
Posting 2014: From Humiliation to Humility
Categories: Daily Reflection