Mekanis

Kebenaran sejati memang membebaskan. Kalau kebenaran malah bikin orang berkaca mata kuda, gak sejati lagi namanya. Kebenaran sejati membebaskan orang juga dari hidup keagamaan yang mekanis, yang mungkin dijalankan oleh lebih banyak orang. Contoh paling gampang ialah pembiasaan anak sejak kecil untuk berdoa: bangun tidur, sebelum dan sesudah makan, sebelum dan sesudah belajar, sebelum tidur, bahkan juga mungkin sebelum mimpi. Saya tidak mengatakan bahwa kebiasaan berdoa seperti itu mekanis sifatnya. Bergantung fitur yang dipakai pelakunya.

Sebagai imam, saya masih mewarisi kebiasaan ibadat delapan atau tujuh waktu, yang kerap saya diskon jadi beberapa waktu (jangan bilang siapa-siapa, ampuni hamba ya, Tuhan). Maklum, soalnya saya juga anggota biara yang tidak punya kewajiban ibadat tujuh waktu bersama-sama. Akan tetapi, bukan ini poin yang hendak saya sodorkan. Sudah saya taruh di kalimat pertama tadi: kebenaran sejati memang membebaskan. Membebaskan ini bukan perkara meniadakan sifat wajib, melainkan menghilangkan sifat mekanis kewajiban yang membuat orang hanya mengabdi logika jika A maka B.

Loh, bukannya teks bacaan hari ini pakai logika jika A maka B ya, Rom?
Betul. Jika Anda anak Abraham, maka perilaku Anda mencerminkan sifat-sifat anak Abraham. Jika Allah memang Bapa Anda, maka sepak terjang Anda merupakan pekerjaan Allah itu. Akan tetapi, klausa ‘maka’ di situ tidak harus mekanis sifatnya. Masih ada ruang kebebasan. Kalau Anda jatuh dari tempat tidur, Anda tidak bisa memilih untuk jatuh ke eternit, kecuali kalau eternitnya sudah jatuh duluan.

Ruang kebebasan itu bermakna jika orang punya kesadaran. Kalau tidak, ya itulah mekanis; kalau tak terlaksana baru sadar bahwa rasanya ada yang kurang; jadi seperti kebiasaan biologis. Mosok sih doa itu kebiasaan biologis semata (mengusir lalat dengan membuat tanda salib, mulut berkomat-kamit, kata-kata berbunga indah)?

Nah, ini saya tidak tahu lagi sudah berapa kata saya ketik karena fitur wordcount dari webhosting saya hilang. Jadi sudahi saja dengan doa mohon supaya rahmat kesadaran ditambahkan sehingga hidup keagamaan tidak jadi mekanis belaka. Amin.


HARI RABU PRAPASKA V
24 Maret 2021

Dan 3,14-20.24-25.28
Yoh 8,31-42

Posting 2020: Merdeka
Posting 2019: Menanam Jagung ’98

Posting 2018: To tell you the truth
Posting 2017: Manakah Agama Allah?

Posting 2016: Keliatannya Aja Bebas
 
Posting 2014
: Kebebasan Macam Apa