Cerita Fani

Orang-orang Yunani Kuno menggunakan kata epifani (epiphaneia) untuk bicara mengenai penampakan atau manifestasi para dewa lewat mukjizat, dengan kejadian ajaib yang menunjukkan kekuatan mereka yang super. Misalnya dalam suatu peperangan, bisa jadi dewa perang melakukan intervensi sehingga pemujanya menang perang. Dengan kata lain, bagi kaum pagan, jika terjadi epifani, mesti ada hal yang luar biasa. Gereja memakai epifani tanpa kejadian luar biasa. Di sini adanya ya cuma bayi biasa, yang oleh orang Kristen diterima sebagai manifestasi cinta tanpa syarat dari Allah.

Dalam teks bacaan hari ini ada dua kelompok penanggap epifani itu: kelompok yang diwakili oleh orang majus dari Timur dan mereka yang sekubu dengan Herodes, mereka yang punya kekuasaan politis dan religius, para pemuka agama yang berupaya mempertahankan cara hidup keagamaan yang usang. Mari kita simak fresco di masjid Keriya, dulunya gereja Ortodoks, dekat Istanbul berikut ini. 

Tidak ada ceritanya di Kitab Suci bahwa cuma ada tiga orang majus dari Timur; itu cuma cerita dari mulut ke telinga, dan tersebutlah tiga nama: Melkior, Baltasar, Kaspar. Dalam gambar tampaknya yang tertua adalah yang jenggotnya paling lebat dan yang termuda jenggotnya tipis-tipis saja. Apakah tiga nama ini rekaan orang Kristen belaka? Bisa jadi, tetapi rekaan itu muncul karena ingatan yang ditimbulkan oleh Kitab Suci juga. Harap diingat bahwa dalam kultur masyarakat lisan, ingatan itu menjadi unsur penting, dan bukan tidak mungkin ketika mereka membaca teks Kitab Suci, ingatan pada kitab-kitab dulu muncul kembali. Bisa jadi mereka mengingat ‘ramalan’ sebelum Jayabaya yang ada pada teks Yesaya 49 atau Mazmur 72, misalnya, sehingga orang majus itu diberi gelar raja juga. Kok jadi tiga raja doang? Ya soalnya persembahannya cuma tiga.

Tiga orang majus itu bisa jadi merujuk pada tiga generasi atau tiga ras, tetapi apa pun itu, gambar menunjukkan bahwa mereka berkuda (bukan berunta karena di Turki unta bukan tunggangan populer) mencari petunjuk bintang terang dan konsultasi dengan Raja Herodes. Barangkali itulah pesan pertama: semua orang mencari terang yang memberi arah dan makna bagi hidupnya. Sayangnya, oleh orang kemudian, terang itu dilekatkan pada bintang di langit, yang untuk sekian lama menyedot perhatian orang untuk meneliti: apakah ada bintang terang pada tahun ketujuh sebelum Masehi (tahun kelahiran Yesus), entah itu komet Halley atau apalah yang terang-terang gitu di langit. Jebulnya, astronomi menunjukkan penampakan benda terang di Yerusalem itu terjadi beberapa tahun sebelum kelahiran Yesus.

Romo Marie-Joseph Lagrange, pendiri École Biblique, akademi Perancis di Yerusalem yang menggeluti arkeologi dan Kitab Suci, pada tahun 1911 melihat komet Halley di Yerusalem. Akan tetapi, beliau mengerti betul bahwa bintang terang yang diikuti orang-orang majus itu tidak ada di cakrawala, tetapi dalam Kitab Suci. Ini sudah saya colek pada posting Kapan Terangnya, tentang cerita fani (funny) pada Kitab Bilangan (22-24), yang memuat nubuat bintang terang itu. Bisa jadi penulisnya merujuk pada sosok Raja Yosia, tetapi seperti ramalan kiamat, setelah sosok itu lewat, ternyatalah karakter bintang terang itu belum muncul. Bisa dimengerti, karena orang Yahudi menantikan sosok raja yang memiliki kekuasaan militer dan kemampuan perang unggul untuk bisa mengalahkan bangsa-bangsa lain. Tak mengherankan, harapan mesianik yang lekat dengan kekerasan ini berujung pada penghancuran Israel. Pertama kali tahun 67-73 dan kedua kalinya tahun 132-135.

Menariknya, pada tahun 132 itu, seperti Romo Lagrange tadi, Rabbi Akiva memahami bahwa bintang terang yang dinubuatkan Bileam itu tidak merujuk pada benda langit, tetapi pada pribadi. Bedanya, Rabbi Akiva meramalkan bahwa bintang terang itu ialah Simon ben Kosiba, yang lalu dinamai ulang dengan gelar Bar Kokhba (anak bintang). Akiva memberi salam Simon ben Kosiba ini sebagai raja dan Mesias. Benarlah, Bar Kokhba memang kemudian melawan Roma, tapi kalah dan hancurlah Israel dengan konsep Mesias lamanya. Romo Lagrange menerima nubuat Bileam terealisasi dalam bayi lemah, Yesus. Barangkali itulah pesan kedua: arah dan makna hidup orang tak ditemukan dalam konsep lama yang mengandalkan kekuatan dan kekuasaan dengan modal kekerasan.

Dengan demikian, tiga orang majus ini mewakili orang yang menyambut kedatangan raja baru yang menanggalkan pendekatan lama yang identik dengan darah dan kekerasan. Itulah epifani: Allah yang ‘boros’ dengan cinta-Nya, yang memang bisa jadi bulan-bulanan kelompok kedua yang diwakili Herodes dan para pemuka agama jadul. Bagaimana epifani bisa ditangkap? Mari belajar dari disposisi orang majus itu dalam gambar juga.
Pertama, mereka adalah orang-orang yang mengarahkan pandangan ‘ke atas’ terhadap hidup alamiah ini, seperti kata pemazmur: langit menyatakan keagungan Allah dan cakrawala mewartakan karya-Nya (Mzm 19,2). Kedua, pandangan ‘ke atas’ itu tidak abai terhadap hidup duniawi, tetapi justru peka terhadap hiruk pikuk batin orang: menghindari banalitas alias kedangkalan hidup. Ketiga, kuda yang mereka tunggangi tidak sedang ditambatkan: mereka ada dalam gerak pencarian, tidak berhenti pada hal yang sudah diketahui, tetapi terus merambati aneka misteri untuk sungguh menemukan Tuhan dalam aneka perjumpaan. Keempat, upaya pencarian itu tidak dilakukan sebagai lone ranger, tetapi dalam gerak bersama, bahkan memanfaatkan pula bantuan mereka yang punya agenda tersembunyi.

Herodes, sebaliknya, berada dalam stabilitas istananya; informasi baru hanya dipakai untuk menunjang stabilitas kekuasaannya. Begitu pula pemegang kekuasaan religius, bisa jadi gemar dengan pendekatan dogmatis, benar-salah, surga-neraka, keutamaan-dosa, dan seterusnya, tanpa pernah memberi isi yang sungguh connect dengan pengertian batin orang; yang penting seragam, kompak, guyub, dan seterusnya. 

Tuhan, mohon rahmat keterbukaan hati dan budi untuk melihat keagungan karya-Mu dan memendarkannya lewat hidup kami. Amin. 


HARI RAYA PENAMPAKAN TUHAN
Hari Anak Misioner Sedunia
Minggu, 2 Januari 2022

Yes 60,1-6
Ef 3,2-3a,5-6
Mat 2,1-12

Posting 2021: Orientasi
Posting 2020: Kapan Terangnya?

Posting 2019: Terancam

Posting 2018: Hidayah AMDG

Posting 2017: Bintangku Bintangmu

Posting 2016: Museum Allah
Posting 2015: Pesta Para Pencari Tuhan