Vibes

Published by

on

Semakin banyak penduduk di satu negara menganggap agama penting, semakin pemerintah negara itu korup.” Begitu kiranya sebuah hasil riset yang terpapar di medsos beberapa hari lalu. Tentu saja, data yang dipakai peneliti dan pendiri lembaga survei ini tidak main-main karena mencakup ratusan negara dan metode yang dipakainya berlapis-lapis. Sudah diuraikan dalam paparan itu bahwa agama dipersepsi sebagai identitas kolektif dengan kategori yang sudah disodorkan oleh orang zaman now sebagaimana di Indonesia dibakukan sekian agama resmi. Dalam bahasa blog ini, penganut agama-sebagai-identitas-kolektif adalah ungkapan lain dari orang yang potensial kewowogen agama. Tentu, tidak semua penerima agama sebagai identitas kolektif kewowogen agama. Di balik blog ini justru ada harapan supaya potensi kewowogen agama itu tak menjadi aktual.

Teks bacaan utama hari ini menunjukkan tegangan antara pengikut Yohanes Pembaptis dan pengikut Yesus. Nota bene, Yesus sendiri sebetulnya adalah Guru yang mengikuti sepak terjang Yohane Pembaptis. Dalam arti tertentu, Yesus meneruskan misi Yohanes Pembaptis. Ha tapi kok murid-muridnya gak berpuasa seperti murid-murid Yohanes Pembaptis yang taat berpuasa? Pertanyaan itu malah ditanggapi dengan pertanyaan,”Lha mosok orang datang ke pesta manten malah puasa gak makan hidangan pestanya? Ngapain datang pesta kalo gitu mah?”

Tentu saja, orang bisa datang ke pesta tanpa merasakan vibesnya. Vibes yang disodorkan Yesus itulah yang tidak ditangkap bahkan mungkin oleh murid-muridnya sendiri! Lha emang vibes pesta yang ditularkan Yesus apa kok sampai murid-muridnya sendiri gak paham-paham juga sampai Guru mereka raib dari tengah-tengah mereka? Pestanya itu rupanya pesta yang dirujuk oleh teks bacaan pertama: berpuasa yang Kukehendaki ialah supaya engkau membuka belenggu kelaliman, melepaskan tali kuk, memerdekakan orang teraniaya, memecah roti bagi mereka yang tak bisa makan, membawa ke rumahmu mereka yang tak punya rumah.

Loh3, lebih dari itu, Rom. Saya malah mau menyediakan tiga juta rumah dan kalau lima tahun lagi terpilih, saya lanjutkan lagi, sehingga saya akan bangun 30 juta rumah! Kurang apa, jal?
Ya kurang pas aja waktunya, lebih baik tunggu sampai tiba waktu kampanye; mosok belum genap satu semester kerja dah ngayal periode kedua?!
Harus diakui, memang ngayal lebih mudah tetapi vibes keadilan sosial tak pernah dapat digapai dengan jalan yang lebih mudah. Itu mengapa murid-murid Yohanes Pembaptis lebih mantap dengan puasa yang sudah jadi kebiasaan mereka daripada puasa yang lebih menantang. Ini jenis puasa yang tidak mengizinkan orang menebar janji dengan halusinasi yang diperkokoh dengan kolusi kaum oligarki.

Sejujurnya, saya mengkhawatirkan legislasi negeri ini yang seharusnya potensial membuka belenggu kelaliman malah memanifestasikan kelaliman itu. Semoga kekhawatiran saya tidak sesuai dengan vibes yang sesungguhnya.
Tuhan, mohon rahmat kepekaan terhadap tanda-tanda zaman dan keberanian untuk membawa vibes keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Amin.


HARI JUMAT SESUDAH RABU ABU
7 Maret 2025

Yes 58,1-9a
Mat 9,14-15

Posting 2021: Anti Lapar
Posting 2010: Working in the Background

Posting 2019: Kangen Lagi

Posting 2018: Pantang Internet

Posting 2017: Halo Munafik

Posting 2016: Dasar Pengemis

Posting
2015: Puasa nan Romantis

Posting 2014: How do you fast?

Previous Post
Next Post