Detach from yourself; give up your sadness, because sadness is the mother of doubt and error. Konon begitu kata guru rohani abad ke-2. Bisa saja kan teknisi komputer yang sedih memikirkan nasibnya diPHK pacar njuk salah pejet dan seluruh data di komputer yang ditanganinya malah lenyap? Teks bacaan hari ini mengisahkan bagaimana para murid yang masih berduka atas kematian guru mereka itu bahkan sulit percaya pada warta kebangkitan yang sudah berkali-kali disampaikan guru mereka sebelum terjadi peristiwa tragis itu.
Ketika Bruce Lee kalah dari Yamamoto, ia begitu sedih dan kecewa, dan bolak-balik bertandang ke perguruan milik Yamamoto untuk bolak-balik kalah juga. Saya yang menontonnya pun gemas, bocah arogan ini maunya apa. Akan tetapi, lama kelamaan saya mengikuti juga perubahan landasan berpikir Bruce Lee. Ia tak lagi berpikir soal kalah-menang, tetapi bagaimana ia dapat belajar justru dengan kekalahan demi kekalahan. Pada momen itu, Bruce Lee justru dapat mempelajari kekuatan Yamamoto dan dalam suatu kesempatan dapat mengalahkan Yamamoto. Ia pun semakin yakin dengan prinsip pertukaran pelajaran. Maka, ia tak ragu-ragu untuk menciptakan atmosfer yang memungkinkan dia bertanding dengan guru-guru bela diri lainnya.
Salah satu master yang menjatuhkan Bruce Lee mengaku kekeliruannya karena menggunakan style Bruce Lee sendiri. Bruce Lee dirawat di rumah sakit sampai murid-muridnya meninggalkan perguruannya. Pada momen itu, Bruce Lee sudah tak alergi terhadap kekalahan. Fokus perhatiannya berganti pada pengembangan hibriditas yang mencirikan kung fu Bruce Lee yang terus berkembang. Ia tidak menolak keculasan yang menimpa dirinya dan dari situ malah ia membuka mata Yamamoto dan Parker untuk saling berbagi pengetahuan ilmu bela diri. Hibriditas ini tak terjadi jika Bruce Lee bertengger pada kesedihan akibat kekalahan atau attachment pada kemenangannya.
Barangkali latihan rohani mencirikan keluarnya orang dari kekhawatiran dan kesedihan untuk menikmati kesejatian hidup, bahkan juga pada masa pandemik. Sayangnya, hidup orang beragama barangkali juga tak berbeda dari dunia bela diri yang dihidupi Bruce Lee: bertengger pada dunianya sendiri dan menganggap hibriditas adalah sinkretisme yang mencabut orang dari akar imannya. [Bukankah sumber iman itu sebetulnya ‘barang’ yang sama?] Pada kenyataannya, sebagai pemula dalam karate, ia dapat mengalahkan master karate justru karena dasar kokoh yang menyertai karatenya.
Orang beriman punya dasar kokoh pada pribadi Allahnya dan pada bagaimana dasar itu mewarnai hidupnya. Orang seperti ini dapat mencintai sesamanya karena terlebih dahulu ia menyadari betapa besar cinta Allah kepadanya. Orang seperti ini mendapatkan penghiburan dari Allahnya tetapi sekaligus meneruskan konsolasi itu ke seluruh dunia sekelilingnya: dengan senyum dan tawanya, dengan humornya, dengan kerja kerasnya, dengan keberaniannya, dengan perhatiannya, dan seterusnya. Ini sangat berbeda dari mereka yang menyangkal hibriditas atau malah menyangkal sumber iman tadi. Ia bisa juga berbagi apa saja, tetapi dengan tujuan akhir bagiannya menjadi lebih atau paling besar di seantero jagat. (Moga-moga Anda masih ingat humor yang saya tulis dalam posting Anda Asli atau Tulen?)
Tuhan, bebaskanlah kami dari kecintaan diri yang menutupi cinta-Mu kepada dunia. Amin.
SABTU DALAM OKTAF PASKA
18 April 2020
Posting 2019: Manusia Hibrid
Posting 2018: Orang Beragama Degil
Posting 2017: Maaf, Belum Move On
Posting 2016: Gubernur Sante(t)
Posting 2015: Baptis Semua Orang? Yang Bener Aja
Posting 2014: Ber-Tuhan Tanpa Agama?
Categories: Daily Reflection