Supporting System

Film yang rencananya kami tonton semalam adalah Kingdom of Heaven (2005). Sebagian komentarnya sudah saya tulis dalam posting Rebutan Mainan. Hari ini judul itu nyanthol dengan mandat Guru dari Nazareth untuk mewartakan bahwa Kerajaan Surga sudah dekat. Kalau ini saya terjemahkan ke dalam bahasa keluarga saya yang muslim, ini adalah mandat untuk memberitakan bahwa ukkhuwah islamiyyah sudah dekat. Bahasa internasionalnya ialah ummah. Sebagaimana ummah dulunya dimengerti sebagai kesatuan umat Allah (terlepas dari atribut agama formalnya), ukkhuwah islamiyyah sejatinya ialah persaudaraan umat Allah yang tolok ukurnya ialah realisasi nilai-nilai islami (dan bukannya kesamaan afiliasi agama formal).

Sayang beribu-ribu sayang, sebagaimana sudah saya singgung dalam posting Ukhuwwah Ubudiyyah, yang namanya salah kaprah itu memang gampang-gampang susah. Dibilang salah ya ada benarnya, dibilang benar ya ada salahnya. Andai saja seluruh umat kristiani dan muslim menangkap pokok yang sama terhadap frase ummah dan Kingdom of Heaven, takkan terjadi yang disebut Perang Salib. Apa mau dikata, sejarah itu merepresentasikan tendensi berpikir orang beragama yang senantiasa dihantui oleh politik kekuasaan. Alhasil, baik ummah maupun Kingdom of Heaven jadi korban politik identitas dan perseteruan tak terhindarkan.

Saya sangat percaya bahwa Nabi Muhammad adalah sosok yang cara berpikirnya melampaui kotak-kotak agama. Piagam Madinah mencerminkannya. Begitu pula Guru dari Nazareth, saya percaya sekali, tidak menyodorkan frase Kerajaan Allah dalam kerangka membeda-bedakan afiliasi religius orang: entah dia pengikut Yohanes, kelompok Farisi, bahkan kafir sekalipun, semuanya dipanggil untuk mewujudkan ummah, mendatangkan Kerajaan Allah.

Maka dari itu, berita “Kerajaan Allah atau ukhuwwah Islamiyyah sudah dekat” bukan lagi perkara tatanan politik duniawi sudah dekat dan bisa dihitung dengan kronos (hari, minggu, bulan, tahun), melainkan perkara kairos, waktu berahmat, waktu kualitatif bagi setiap orang untuk mewujudkan nilai-nilai kristiani atau islami. Dalam teks bacaan hari ini ditunjukkan tolok ukur nilai itu tidak terletak pada ritual atau doktrin agama, tetapi pada tindakan konkret: menyembuhkan orang sakit, mengusir setan, membangkitkan orang mati.

Lah, yang bisa melakukan itu dokter, eksorsis, dan nabi, Rom! Saya mah apa!
Nah itulah contoh Anda berpikir secara terkotak-kotak! Mari belajar dari sosok Barnabas yang diperingati Gereja Katolik hari ini. Dia adalah tokoh di samping Paulus yang berfungsi sebagai supporting system. Anda tidak harus jadi dokter rumah sakit untuk menyembuhkan orang sakit karena sakit dan sehat itu perkara 0-100%. Anda juga tak perlu jadi eksorsis ala Gereja Katolik karena manifestasi setan begitu beragam dari yang halus sampai yang kasar. Anda juga tidak perlu memaksakan diri punya karunia untuk membangkitkan jenazah penderita covid-19 karena kebangkitan adalah perkara hidup bersama Allah.

Poinnya ialah bahwa Anda menjadi seperti Barnabas tadi: membangun supporting system sehingga kesehatan masyarakat terjaga, sehingga orang tak jadi korban histeria massal, sehingga orang tetap éling kenyataan hidup rohaninya. Konkretnya ya bergantung konteks hidup masing-masing, kan? Sampai di situ, sudah none of my business. Bisa saja saya sebut memakai masker dan jaga jarak adalah salah satu bentuk supporting system. Pokoknya, setiap orang beriman mesti menemukan dalam konteks hidupnya yang khas.

Tuhan, mohon rahmat supaya kami dapat membangun supporting system bagi hidup bersama yang semakin mencerminkan persekutuan umat kerajaan-Mu. Amin.


PERINGATAN WAJIB ST. BARNABAS
(Kamis Biasa X A/2)
11 Juni 2020

Kis 11,21b-26;13,1-3
Mat 10,7-13

Posting 2019: Salam Pandir
Posting 2018: Wajah Sendu

Posting 2016: Tuhan Aja Gak Maksa

Posting 2015: Murah, Murahan

Posting 2014: Bukan Modus: Son of Encouragement