Saleh

Saya bukan orang saleh, yang dalam doa bersama memejamkan mata supaya bisa fokus kepada Allah (yang entah bagaimana wujudnya). Saya juga bukan orang saleh, yang dalam doa bersama kadang tertawa sendiri dalam batin karena pemimpin doanya malah jadi agen update informasi kepada Tuhannya. “Tuhan, kami prihatin atas kejadian gempa berskala 8,1 skala richter yang menimpa saudara-saudari kami di dusun terpencil dan mesti menunggu evakuasi yang terhambat akibat putusnya jembatan.” Apa ya Tuhan Allah itu butuh informasi seperti itu ya?😕 Yang disampaikan dalam doa itu ya betul, informasi akurat, sesuai data dan kenyataan; tapi njuk relevansinya apa untuk sebuah doa?

Guru dari Nazareth hari ini menyodorkan dua model orang berdoa. Yang satu adalah orang Farisi, yang lainnya pemungut cukai. Andai saja beliau bertanya manakah dari dua orang itu adalah orang saleh, yang menjalankan kewajiban agama secara konsekuen, kiranya akan dijawab orang Farisi. Mereka setiap hari menjalankan ritual tiga waktu dan ke Bait Allah untuk doa pribadi; puasa dua kali seminggu dan tentu saja menyisihkan sedekah. Pemungut cukai jelas bukan orang saleh; dan dibenci banyak orang sebagai pendosa.

Akan tetapi, dalam cerita perbandingan doa kali ini, Guru dari Nazareth tampaknya hendak menjungkirbalikkan anggapan orang beragama pada umumnya. Kurang saleh apa jal orang Farisi itu? Dalam doanya juga ia tidak berbohong; semua yang disampaikannya memang betul: rajin ibadah dan sedekah, tidak seperti pemungut cukai. Apakah Guru dari Nazareth hendak mengatakan bahwa sikap orang Farisi ini buruk karena ia membandingkan dirinya dengan pemungut cukai dan menilai pemungut cukai itu sebagai pendosa? Bukankah memang kenyataannya ya begitu? Di mana kelirunya doa orang Farisi ini?

Kelirunya tidak pertama-tama terletak pada sikap arogannya (kalau itu sih bawaan Adam dan Hawa, bisa mengenai semua orang) dalam doa. Ini menurut saya saja sih, dan memang sebetulnya saya juga cuma mau sampaikan satu kalimat (lha kok dah ratusan kata gini?): doa menjadi dosa ketika pujian doanya malah tertuju pada diri sendiri, bukan pada Allah.
Ya gitu deh, ketika AMDG menjadi ad maiorem diri gue.

Tuhan, mohon rahmat kerendahhatian supaya pujian kami semata tertuju pada-Mu. Amin.


HARI SABTU PRAPASKA III
13 Maret 2021

Hos 6,1-6
Luk 18,9-14

Posting 2020: Suara dari Pinggiran
Posting 2019: Debat Terakhir
Posting 2018: Orang Bukan Bukan
Posting 2016: Doa Pendosa, Dosa Pendoa

Posting 2015: Cermin Mana Cermin

Posting 2014: Saat Tuhan Tiada…