Sejak lama saya meragukan bahwa ada orang yang mengenal Allah di luar konteks cinta. Tanpa pengalaman (jatuh) cinta, saya tak tahu dari mana orang punya referensi untuk mengenal Allah. Itu mengapa sains kerap diperlawankan dengan iman/agama. Sains minta bukti dulu baru percaya. Iman mengandaikan kepercayaan dulu baru bukti menyusul kemudian. Akan tetapi, kalau mau tahu diri, sebetulnya sains pun memuat kepercayaan tanpa bukti karena sains melakukan generalisasi: ia tidak membuktikan seluruh benda dijatuhkan dari pesawat akan jatuh ke bumi. Pokoknya percaya bahwa ada hukum gravitasi, sampai terbukti sebaliknya.
Salah satu ciri orang kasmaran ialah konsep waktunya jadi berbeda jika berhubungan dengan sosok orang yang digilainya. Itu mengapa karakter pertama dalam kisah hari ini, Magdalena, digambarkan begitu buru-buru ingin mengetahui kondisi gurunya: gelap baru akan kelar, ia sudah berlari ke makam. Rasa-rasanya, namanya orang mengalami infatuation, Magdalena tak bisa tidak bersama-sama dengan sosok yang dicintainya. Hidup tiada artinya tanpa sosok itu. Ini ada baiknya juga: seluruh rasa kepo jadi penting demi mendapat makna hidup dengan referensi kebangkitan gurunya. Tanpa infatuation, semuanya jadi sebodo’ amat.
Selain karakter ini, ada dua karakter lain, yang pernah saya bahas dengan judul Tiga Cinta. Sekarang malah saya bertanya-tanya gimana orang zaman now bisa mengalami infatuation dengan sosok yang tak terbelenggu oleh dimensi inderawi ya?
Apakah Anda punya usul bagaimana orang bisa punya pengalaman kasmaran dengan Tuhan?
Seperti kasmaran dengan orang lain, saya kira, kasmaran dengan Tuhan pun bisa terjadi dengan pedoman tak kenal tak sayang atau tresna jalaran saka kulina. Dalam hal ini, kasmaran dengan Tuhan tak berbeda dengan infatuation dengan orang lain atau bahkan ideologi. Tak mengherankan, terorisme agama itu bisa masuk dari indoktrinasi yang dampaknya bisa berjangka panjang. Tak usahlah orang pengangguran atau orang kepepet secara ekonomis, akademisi pun, jika terkena indoktrinasi ini, bisa jadi radikalis atau teroris juga.
Itu yang membedakan infatuation dengan Tuhan dan kasmaran dengan ideologi. Jatuh cinta dengan Allah, meskipun berawal dari kebiasaan (doa, syukur, devosi, baca Kitab Suci, bacaan rohani, dll), akan mengarahkan orang pada sikap terbuka, justru karena orang semakin mengenal sifat-sifat Allah. Kasmaran dengan ideologi mengarah ke yang sebaliknya: menjadi tertutup, karena Tuhan pun ditelan oleh ideologi sehingga kebenaran cuma terbatas pada pikiran ideologisnya sendiri.
Tiga karakter dalam kisah hari ini terhindar dari ideologi naif karena mereka berusaha memahami misteri kematian dan kebangkitan dalam kebersamaan, dalam keterbukaan pada kebaruan hidup yang lebih luas daripada kepentingan diri mereka sendiri. Ini butuh masa tenang untuk pengendapannya: tak cukup dengan logika dan rasio yang berasal dari kemampuan inderawi. Butuh rahmat.
Tuhan, mohon rahmat kebangkitan supaya kami boleh mengalami kasmaran dengan-Mu dan meluaskan cinta-Mu kepada sesama. Amin.
HARI RAYA PASKA
17 April 2022
Kis 10,34a.37-43
Kol 3,1-4
Yoh 20,1-9
Posting 2020: Ayo Lari
Posting 2019: Paska Sexy Killers
Posting 2018: Tiga Cinta
Posting 2017: Parade Maido
Posting 2016: Bukan Yesus Yang Mati
Posting 2015: Selamat Paska, Jangan Lelah
Posting 2014: Bukan Bukti, melainkan Saksi
Categories: Daily Reflection