Kemarin saya menonton kembali film Risen dan saya mempersoalkan syahadat orang Katolik: Pada hari ketiga Ia bangkit menurut Kitab Suci. Saya tidak mempermasalahkan kebangkitannya, tetapi keterangan waktunya. Saya yakin, kebangkitan adalah soal kairos, momen berahmat, waktu kualitatif, bukan kronos. Itu mengapa kebangkitan tidak eksklusif milik Yesus atau agama Kristiani. Bingung gak bacanya? Jangan khawatir, nulisnya juga bingung ini.
Film Risen itu adalah salah satu film mengenai hidup Yesus dari perspektif perwira Roma yang mesti membuktikan cerita buzzer pemuka agama bahwa mayat Yesus itu dicuri murid-muridnya, yang kemudian berkoar-koar bahwa Yesus bangkit, dihubung-hubungkan dengan Kitab Suci mereka. Diinsinuasikan bahwa tentara yang menjaga makam Yesus diampuni Pilatus. Kenapa butuh pengampunan? Karena mereka semestinya dihukum mati akibat kelalaian menjalankan tugas negara. Mereka lolos karena cerita versi mereka mementahkan klaim murid-murid Yesus tentang kebangkitannya. Akan tetapi, kalau begitu, perwira Roma ini mesti menemukan bukti dong: mayat Yesus. Dengan motif itulah cerita filmnya jadi menarik.
Saya kembali ke persoalan tadi: apakah kebangkitan Yesus terjadi pada hari ketiga setelah wafatnya? Menurut saya, tidak. Yang saya yakini ialah bahwa pada hari ketiga setelah disalib itu, murid-muridnya punya akses pada keyakinan bahwa Yesus bangkit. Akses apakah itu? Makam kosong. Bagaimana mereka bisa mengakses makam kosong? Ya karena pintu makamnya terbuka. Apakah pintu makam terbuka itu membuktikan Yesus bangkit? Artinya: Yesus bangkit mak jědhèr njuk buka pintu makam njuk keluar dari makam karena tak krasan dengan work from home? Tentu tidak.
Dalam posting Happy Heroes sudah saya bilang gada ceritanya kebangkitan Yesus adalah soal beliau keluar dari makam. Terbukanya pintu makam bukanlah perkara bahwa Yesus punya akses ke dunia di luar makam karena, kalau begitu halnya, kebangkitannya jadi seperti kebangkitan Lazarus atau kebangkitan mereka yang mati suri. Sebaliknya, terbukanya pintu makam ialah soal bahwa dunia di luar makam punya akses pada makam kosong. Nah, perkara orang di luar makam menafsirkannya sebagai indikasi kebangkitan atau indikasi pencurian mayat, itu soal lain lagi. Saya mengikuti tafsiran pertama, tetapi lagi-lagi ke persoalan awal: kapan kebangkitan Yesus itu terjadi.
Jawaban saya sejalan dengan penjelasan kemarin-kemarin: pada momen kematiannya. Kematian dan kebangkitan itu satu keping. Tak ada kebangkitan tanpa kematian dan sebaliknya. Maka, pada posting Ayo Lari saya sodorkan metafora orang berlari yang terus move on bahkan meskipun ada gawang atau penghalang. Ini bukan soal keras kepala, melainkan soal melakukan transformasi hidup. Kalau orang naik balon udara dan menghendaki balonnya naik, tentu ada beban yang mesti dibuang. Attachment atau kelekatan atau kemelekatan tak banyak membantu. Pembuangan beban dan naiknya balon bukan dua momen terpisah.
Itulah yang membedakan kebangkitan Yesus dengan kebangkitan orang lainnya. Kebangkitannya sekeping dengan kematian. Dalam diri orang umumnya, kematian membuat kepingan semakin tebal: butuh waktu setahun atau lebih untuk move on. Kenapa ya? Karena attachment tadi: terhadap rumusan, barang, kebiasaan, tradisi, agama, orang, pengalaman, dan seterusnya. Bagi orang seperti ini, kematian tak bersanding dengan kebangkitan, atau bersanding juga sih, cuma jauh banget. Orang tak bisa sungguh-sungguh mengatakan bahwa ia tak pernah sama lagi dengan masa lalunya. Nanti tunggu saja buktinya kalau wabah virus korona sudah berlalu: apakah langit biru cerah setiap hari, apakah air jernih sepanjang hari, apakah sampah plastik berkurang dari hari ke hari.
Tuhan, mohon rahmat kebangkitan sungguh memicu kami untuk bertransformasi. Amin.
SENIN DALAM OKTAF PASKA
13 April 2020
Posting 2019: Real Count FC
Posting 2018: Show Your Resurrection
Posting 2017: Dijual: Harga Diri
Posting 2016: Baper Bikin Blur
Posting 2015: Tidur Aja Dapat Duit
Posting 2014: Money Politics In The Bible
Categories: Daily Reflection