Dari sekian drama seri wuxia yang kami tonton selama setahun terakhir, tak satu pun narasi yang lepas dari perkara balas dendam. Dikit-dikit dendam, dikit-dikit membalas. Ujung-ujungnya, kalau orang sudah merasa capek sendiri dengan lingkaran balas dendam, njuk masuk biara, digundulin, jadi biksu atau bikuni. Akan tetapi, dalam serial yang sedang kami tonton ini, di satu pihak, biara juga bisa kebobolan orang yang rupanya masih punya ambisi duniawi. Di lain pihak, ada juga karakter yang bisa jadi contoh pribadi yang mengikuti saran Guru dari Nazareth hari ini: tak ada limit untuk pengampunan. Tapi entahlah, ceritanya belum selesai, apakah karakter ini memang terbebas dari lingkaran balas dendam.
Sudah disinggung dalam posting Agama Modus, Masyarakat Cerdas bahwa bottom line dari pengampunan ialah tiadanya dendam. Tentu saja, karena sifatnya cuma bottom line, sekadar tak membalas dendam pun bukan modal yang cukup untuk memaksimalkan potensi pengampunan sebagai kekuatan yang bisa menyembuhkan hidup batin seseorang. Ini sudah disinggung juga dalam catatan Healing through Total Forgiveness, termasuk kekeliruan paham tentang pengampunan sehingga saran Guru dari Nazareth tentang pengampunan tanpa batas tadi dianggap nonsense. Believe it or not, pengampunan total itu membebaskan dan menyembuhkan, apa pun penyakit Anda; ya tentu, bukan sakit fisiknya, melainkan sakit mental yang diakibatkan sakit fisik itu.
Teks bacaan hari ini tampaknya ditulis untuk membujuk para pembacanya supaya menjadi komunitas alternatif bagi solidaritas dan persaudaraan. Maklum, dunia prakemanusiaan begitu kental di lingkungan penjajahan, tetapi rupanya di kalangan followers rasul Guru dari Nazareth itu mulai tampak ada kesenjangan mencolok antara yang kaya dan yang miskin. Ini kutipan yang mengindikasikan hal itu: Sebab, jika ada seorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan memakai pakaian buruk, dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: “Silakan tuan duduk di tempat yang baik ini!”, sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: “Berdirilah di sana!” atau: “Duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku!”, bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat? (Yak 2,2-4 ITB)
Tuhan, mohon rahmat keluasan hati supaya mampu mengampuni tanpa batas. Amin.
HARI SELASA PRAPASKA III
9 Maret 2021
Posting 2020: Lencang Belakang
Posting 2019: Belajar Melulu
Posting 2018: Bagi Cinta Dong
Posting 2017: Ganti Fokus Bro’
Posting 2016: Mau Perfeksionis?
Posting 2015: Revolusi Mental Hukum Mati
Categories: Daily Reflection